Badan Pengawas Pemilu Republik
Indonesia (Bawaslu) RI mengingatkan jajarannya di Provinsi Kepulauan Riau tidak
berulah ketika proses Pilkada Serentak 2020.
"Jangan sampai anggota Bawaslu
menjadi trouble maker dalam pilkada. Kami berharap masyarakat ikut mengawasi
dalam pelaksanaan pemilu," kata Koordinator Divisi Penindakan Bawaslu RI,
Ratna Dewi Tettalolo, di Kantor Bawaslu Tanjungpinang, Kepri, Rabu 4 Maret 2020.
Menurut Ratna, politik uang merupakan
kejahatan yang paling besar dalam Pemilu. Maka dari itu, kita harus menghindar
dan mencegah adanya praktuk politik uang yang dapat merusak moral dan nurani.
"Yang menakutkan bagi kami adalah
penyelenggara digoda dengan uang. Apalagi godaannya melebihi dari pendapatannya
di Bawaslu. Ini tidak boleh terjadi," ujar Ratna.
Ratna menekankan jika penyelenggaraan
pemilu dapat dikotori dengan adanya praktik politik uang tersebut. Karena dapat
mengurangi keabsahan suara dalam Pemilu.
Dirinya mengungkapkan kasus politik
uang yang diberikan calon pilkada maupun pemilu untuk satu pemilih hanya Rp
100.000. "Ini tidak ada nilainya," katanya.
Kata Ratna ada contoh kasus di
Makassar, seorang sopir taksi, mengatakan lebih baik menerima uang menjelang
pemilu daripada dilupakan caleg dan calon kepala daerah yang tidak memenuhi
janji politiknya setelah menjabat.
"Ada juga yang mengaitkan dengan
Al Quran bahwa tidak ada doa tolak rezeki, melainkan doa tolak bala. Kesalahan
besar ketika menganggap politik uang itu sebagai rezeki. Dalam ajaran agama,
tidak dibenarkan melakukan politik uang," tuturnya.