Pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) resmi mewajibkan sistem verifikasi usia pada platform media sosial dan layanan digital lainnya. Kebijakan ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Perlindungan Anak, atau yang dikenal sebagai PP Tunas.
Langkah ini diambil sebagai upaya sistemik untuk melindungi anak-anak Indonesia dari konten berbahaya di internet, seperti pornografi, perjudian daring, hingga kekerasan digital.
"PP Tunas bukan sekadar regulasi, tetapi fondasi kebijakan nasional untuk memastikan keamanan anak di dunia maya," ujar Fifi Aleyda Yahya, Direktur Jenderal Komunikasi Publik dan Media (Dirjen KPM) Komdigi, dalam keterangannya, seperti dikutip dari okezone.com Jumat (8/8/2025).
Melalui aturan ini, setiap Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE), termasuk media sosial dan platform streaming, diwajibkan: Menerapkan sistem verifikasi usia pengguna, Menyediakan fitur parental control yang efektif, Mengatur privasi tinggi sebagai pengaturan default untuk akun anak
, danMelarang pelacakan lokasi dan profiling data anak untuk tujuan komersial
Fifi menegaskan bahwa fitur keamanan seperti klasifikasi usia dan kontrol orang tua bukan lagi fitur tambahan, melainkan instrumen utama perlindungan digital anak.
"Fitur seperti parental control memberi orang tua kendali lebih besar, sekaligus menghadirkan ketenangan bahwa anak-anak menjelajahi ruang digital yang aman," ucapnya.
Langkah ini menjadi respons pemerintah terhadap meningkatnya ancaman digital terhadap anak-anak. Data dari National Center for Missing & Exploited Children (NCMEC) menempatkan Indonesia sebagai negara keempat tertinggi di dunia dalam kasus pornografi anak.
Laporan UNICEF juga menyebutkan bahwa 89 persen anak Indonesia mengakses internet rata-rata 5,4 jam per hari, dan hampir separuhnya mengaku pernah terpapar konten seksual.
Selama periode akhir 2024 hingga pertengahan 2025, Komdigi mencatat telah menangani lebih dari 1,7 juta konten perjudian online dan hampir 500 ribu konten pornografi yang tersebar di berbagai platform digital.
Sebagai solusi jangka panjang, pemerintah menerapkan pendekatan tiga pilar dalam perlindungan anak di dunia digital: regulasi, edukasi, dan kolaborasi.
"Komdigi hadir bukan hanya sebagai regulator, tapi juga sebagai penggerak ekosistem digital yang aman dan inklusif, terutama bagi generasi muda," tutur Fifi.
Ia menutup pernyataannya dengan menekankan pentingnya peran platform digital sebagai bagian dari proses pembelajaran dan pertumbuhan anak-anak.
"Anak-anak kita tumbuh di dunia di mana layar bisa jadi guru, sahabat, sekaligus ruang bermain mereka. Maka, platform seperti Netflix bukan hanya hiburan, tapi pintu ke literasi, budaya, dan interaksi global,” pungkasnya.