NFT semakin populer dan menjadi tren di seluruh dunia. Namun
hal tersebut justru disebut memiliki dampak merusak lingkungan.
Meningkatnya minat terhadap NFT dikabarkan menyebabkan
penggunaan bahan bakar fosil akan terus meningkat. Hal tersebut tentu berdampak
buruk pada lingkungan. Padahal kehadiran NFT sebagai salah satu koleksi dalam
bentuk digital menjadi sarana baru bagi seniman untuk memperjualbelikan karya
mereka.
Transaksi NFT dilakukan di platform blockchain menggunakan
mata uang kripto, yang diketahui boros energi. Dibutuhkan begitu banyak daya
komputer agar keseluruhan ekosistem NFT berjalan lancar.
Jualan NFT Boros Listrik
NFT menjadi salah satu pemborosan daya listrik karena dijual
di platform blockchain. Blockchain berperan sebagai buku besar yang mencatat
setiap transaksi Bitcoin, sehingga memerlukan orang yang bisa memvalidasi
pergerakan uangnya. Blockchain saat ini kebanyakan menggunakan metode proof-of-work
sehingga dinilai kurang ramah lingkungan.
Salah seorang seniman bernama Memo Akten mengungkapkan,
setiap proses minting NFT berbasis Ethereum membutuhkan energi sebesar 142
kWh hal tersebut setara 100.000 transaksi Visa.
Selain itu, perhitungan di atas belum termasuk transaksi lain yang perlu diverifikasi—ditambang—selama jual beli satu NFT. Dalam satu kegiatan jual beli NFT saja komputer pasti membutuhkan energi yang jauh lebih besar.
Baca juga: Prasetyo Budiman Founder Galeri NFT Superlative Secret Society Masuk Forbes Under 30 Indonesia 2022
Tidak Semua NFT Boros Listrik
Tidak semua proses jual beli NFT berdampak buruk karena
terlalu boros listrik. Beberapa orang menyebutkan adanya alternatif agar proses
tersebut tidak menguras energi.
“Banyak blockchain
baru yang fokus dan sudah mulai mengurangi dampak keseluruhannya terhadap
lingkungan. Ethereum sendiri sedang dalam persiapan beralih ke mekanisme
konsensus proof-of-stake,” tutur JM Erestain selaku co-founder Gibki Labs,
agensi transformasi digital yang berspesialisasi dalam blockchain.
Paul Soliman seorang anggota organisasi Bayanichain yang berambisi mempercepat adopsi aset digital di Filipina, menjelaskan metode proof-of-stake menggunakan daya komputer yang lebih sedikit. Hal tersebut karena transaksinya divalidasi berdasarkan jumlah koin. Hal ini membuat validasi lebih hemat energi.
Baca juga: Adrian zakhary Bahas NFT di Podcast Helmy Yahya Bicara, Sebut Blockchain Untungkan Seniman
NFT yang Ramah Lingkungan
Lalu bagi pegiat dan kolektor NFT tentu penasaran bagaimana
cara mendapatkan atau menjual NFT yang ramah lingkungan. Menurut Paul Soliman,
penghematan daya dapat dilakukan dengan cara membeli NFT pada blockchain yang
menggunakan model proof-of-stake.
“Kamu bisa membeli
NFT pada blockchain yang lebih ramah lingkungan. Blockchain itu biasanya sudah
menggunakan model konsensus proof-of-stake. Ini memastikan transaksi kamu tidak
membebani lingkungan.” Ujar Paul Soliman.