Tren NFT Disebut Merusak Lingkungan, Begini Data dan Faktanya

Tren NFT Disebut Merusak Lingkungan, Begini Data dan Faktanya

Ajeng Conny Pradestina
2022-03-15 20:51:37
Tren NFT Disebut Merusak Lingkungan, Begini Data dan Faktanya
Ilustrasi NFT (foto: pixabay)

NFT semakin populer dan menjadi tren di seluruh dunia. Namun hal tersebut justru disebut memiliki dampak merusak lingkungan.

Meningkatnya minat terhadap NFT dikabarkan menyebabkan penggunaan bahan bakar fosil akan terus meningkat. Hal tersebut tentu berdampak buruk pada lingkungan. Padahal kehadiran NFT sebagai salah satu koleksi dalam bentuk digital menjadi sarana baru bagi seniman untuk memperjualbelikan karya mereka.

Transaksi NFT dilakukan di platform blockchain menggunakan mata uang kripto, yang diketahui boros energi. Dibutuhkan begitu banyak daya komputer agar keseluruhan ekosistem NFT berjalan lancar.

Jualan NFT Boros Listrik


NFT menjadi salah satu pemborosan daya listrik karena dijual di platform blockchain. Blockchain berperan sebagai buku besar yang mencatat setiap transaksi Bitcoin, sehingga memerlukan orang yang bisa memvalidasi pergerakan uangnya. Blockchain saat ini kebanyakan menggunakan metode proof-of-work sehingga dinilai kurang ramah lingkungan.

Salah seorang seniman bernama Memo Akten mengungkapkan, setiap proses minting NFT berbasis Ethereum membutuhkan energi sebesar 142 kWh hal tersebut setara 100.000 transaksi Visa.

Selain itu, perhitungan di atas belum termasuk transaksi lain yang perlu diverifikasi—ditambang—selama jual beli satu NFT. Dalam satu kegiatan jual beli NFT saja komputer pasti membutuhkan energi yang jauh lebih besar.

Baca jugaPrasetyo Budiman Founder Galeri NFT Superlative Secret Society Masuk Forbes Under 30 Indonesia 2022

Tidak Semua NFT Boros Listrik


Tidak semua proses jual beli NFT berdampak buruk karena terlalu boros listrik. Beberapa orang menyebutkan adanya alternatif agar proses tersebut tidak menguras energi.

 “Banyak blockchain baru yang fokus dan sudah mulai mengurangi dampak keseluruhannya terhadap lingkungan. Ethereum sendiri sedang dalam persiapan beralih ke mekanisme konsensus proof-of-stake,” tutur JM Erestain selaku co-founder Gibki Labs, agensi transformasi digital yang berspesialisasi dalam blockchain.

Paul Soliman seorang anggota organisasi Bayanichain yang berambisi mempercepat adopsi aset digital di Filipina, menjelaskan metode proof-of-stake menggunakan daya komputer yang lebih sedikit. Hal tersebut karena transaksinya divalidasi berdasarkan jumlah koin. Hal ini membuat validasi lebih hemat energi.

Baca juga: Adrian zakhary Bahas NFT di Podcast Helmy Yahya Bicara, Sebut Blockchain Untungkan Seniman

NFT yang Ramah Lingkungan


Lalu bagi pegiat dan kolektor NFT tentu penasaran bagaimana cara mendapatkan atau menjual NFT yang ramah lingkungan. Menurut Paul Soliman, penghematan daya dapat dilakukan dengan cara membeli NFT pada blockchain yang menggunakan model proof-of-stake.

 “Kamu bisa membeli NFT pada blockchain yang lebih ramah lingkungan. Blockchain itu biasanya sudah menggunakan model konsensus proof-of-stake. Ini memastikan transaksi kamu tidak membebani lingkungan.” Ujar Paul Soliman.


Share :

HEADLINE  

Prabowo, Titiek dan Didit : Maaf Lahir dan Batin

 by Ramadhan Subekti

March 31, 2025 10:00:00


Prabowo dan Gibran Akan Salat ID di Masjid Istiqlal

 by Ramadhan Subekti

March 31, 2025 01:00:00


Azizah-Arhan Nonton Timnas Indonesia, Andre Rosiade Dikerjai

 by Dimarirenal

March 26, 2025 15:10:00