Izin penambangan di Pulau Sangihe telah terbit. Sekitar 57 wilayah akan menjadi tambang emas hingga 2045. Hal ini ditentang aktivis lingkungan karena janggal dan ancam kerusakan lingkungan.
Penambangan rugikan masyarakat dan lingkungan
Greenpeace Indonesia menyuarakan kritik terhadap terbitnya izin aktivitas penambangan di Pulau Sangihe yang berlokasi di Kabupaten Kepulauan Sangihe, Provinsi Sulawesi Utara. Organisasi aktivis lingkungan ini menilai izin tersebut akan merugikan warga dan merusak lingkungan.
"Publik dikejutkan dengan izin dibukanya pertambangan emas oleh PT TMS di lebih dari setengah wilayah Sangihe. Selain merugikan masyarakatnya pembukaan tambang ini berpotensi menghilangkan sumber air, menghancurkan ekosistem & kepunahan satwa endemik," tulis Greenpeace Indonesia diunggah di akun Instagramnya @greenpeaceid pada Rabu 30 Juni 2021.
Baca juga: Sosok dan Fakta Lengkap Zahid Azmi Ibrahim, YouTuber Mahasiswa ITB Kerap Bagikan Informasi Positif
Setengah wilayah pulau akan jadi tambang emas
Izin yang telah terbit tersebut betul-betul jadi ancaman serius bagi masyarakat setempat dan segala ekosistem alam di dalamnya. Disebutkan bahwa setelah dari pulau tersebut akan jadi tambang emas hingga 2054.
"Lebih dari setengah Pulau Sangihe akan dibuka menjadi pertambangan emas. Sekitar 42.000 hektar atau 57% Pulau Sangihe diberi perizinan tambang hingga 2054," tulis Greenpeace Indonesia dalam sebuah video yang akun Instagramnya @greenpeaceid.
Langgar Undang-Undang dan nyata cemari lingkungan
Izin yang telah terbit dinilai bermasalah karena bertentangan dan melanggar Undang-Undang. Dalam UU disebutkan bahwa pulau kecil dilarang dibuka aktivitas penambangan. Selain itu pencemaran sangat nyata terjadi jika hal tersebut dilakukan.
"Yang lebih ironi lagi luas pulau ini di bawah 2.000 kilometer persegi di mana dalam UU nomor 1 tahun 2014 tentang Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (WP3K) termasuk dalam kategori pulau kecil dan tidak boleh ditambang," ungkap Greenpeace Indonesia.
"Terdapat hutan lindung dan Gunung Sahendaruman sebagai mata air utama di Pulau Sangihe," tulis Greenpeace Indonesia.
Izin tambang janggal dan perlu diusut KPK
Jull Takaliuang dari Yayasan Nurani Minahasa yang tergabung dalam Aktivis Gerakan Save Sangihe Island menegaskan bahwa izin penambangan di Pulau Sangihe janggal dan bermasalah. Menurutnya hal ini serius dan harus diselidiki oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Sampai KPK juga sudah kami menyurat karena dalam perizinannya kita melihat ada hal-hal yang janggal. Ini Harus diseriusi oleh Kosrsub KPK untuk penegakan hukum di bidang lingkungan.
Baca juga: Nama Faldo Maldini Menggema di Twitter, Sebut BEM UI Berpolitik hingga Ribut dengan Fadli Zon
Rakyat Pulau Sangihe tegas menolak
Andy L Gansalangi sebagai salah satu warga yang tinggal di Pulau Sangihe menegaskan bahwa masyarakat tentram dan sejahtera dengan kekayaan alam di pulau tersebut. Menurutnya tidak ada satupun masyarakat yang kelaparan karena segala kebutuhan bisa tercukupi dari alam.
"Tidak ada masyarakat Sangihe satu hari tidak makan. Walaupun dalam sisi catatan pemerintah termasuk keluarga miskin tapi mereka bisa makan karena hutan kami, hutan yang hijau tanahnya subur, laut kami itu laut yang banyak ikannya," ucap Andy L Gansalangi dalam cuplikan video yang diunggah Greenpeace Indonesia di Instagram @greenpeaceid pada Rabu 30 Juni 2021
Sebab itu Andy L Gansalangi yang juga merupakan keluarga dari Wakil Bupati Wakil Hontong yang belum lama ini meninggal dunia di pesawat menegaskan menolak aktivitas penambangan di Pulau Sangihe.
"Kalau dikatakan daerah kami ini daerah yang minus, daerah miskin itu sangat bertentangan dengan kenyataan karena memang tanpa tambang pun masyarakat Sangihe bisa tetap hidup," tegas Andy.