Seorang siswa berinisial MS (19) yang sempat dikeluarkan dari sekolah akibat hina Palestina kini mendapat kesempatan sekolah lagi setelah Kepala Sekolah SMA Negeri 1 Kabupaten Bengkulu Tengah, Bengkulu membuka pintu kepadanya.
Kepala sekolah siap menerima kembali MS setelah dikeluarkan (drop out) buntut dari penghinaan tersebut.
"Kami dari sekolah tidak pernah men-DO MS. Orang tuanya yang menyatakan mau pindah, ada kok surat pernyataannya," kata Kepala SMA Negeri 1 Bengkulu Tengah Eka Saputra saat menggelar konferensi pers di hadapan para wartawan, (20/5).
Eka menjelaskan pihak sekolah tidak pernah mencabut hak MS akan sekolah. Namun, karena dalam kondisi COVID-19, pihak sekolah menitipkan MS kepada orang tuanya agar bisa memulihkan kondisi psikologisnya.
"Yang jelas, kalau MS masih mau sekolah di sini, tetap kita terima," papar Eka.
Selain itu, Eka menyampaikan orang tua MS juga telah membuat pernyataan tertulis bahwa MS tetap akan dipindahkan ke sekolah lain. Langkah itu dinilai orang tua agar bisa membantu menjaga psikologi MS.
"Tadi malam kita masih mengunjungi MS di rumahnya untuk membantu konseling sang anak," tutur Eka.
Sebelumnya, Kepala Cabang Dinas Pendidikan wilayah VIII Kabupaten Bengkulu Tengah, Adang Parlindungan, mengatakan, berdasarkan hasil rapat pada Senin (17/5) kemarin, siswi tersebut dikembalikan ke orang tuanya atau di-DO dari sekolah.
"Hasil rapat sudah jelas atas perbuatan yang dilakukan MS membuat nama pendidikan di Bengkulu Tengah terluka dan solusinya pihak sekolah mengembalikannya ke orang tuanya," kata Adang, Selasa (18/5).
Baca Juga: Penjelasan Kepala Desa Soal Ibu Kadus di Kendal Diduga Pemeran Video Porno
Dikeluarkannya MS dari sekolah karena menghina Palestina membuat banyak pihak tidak sependapat. Komentar pihak-pihak yang tak ingin MS dikeluarkan itu datang dari Gubernur Bengkulu, anggota DPR, hingga pengamat pendidik.
"Seharusnya hak pelajar jangan diputus karena bila diputus akan merugikan pelajar tersebut," ujar Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah, kepada wartawan, Rabu (19/5/2021).
Rohidin menyebut sanksi DO malah merugikan siswi tersebut, sebaiknya siswi itu diberi pembinaan. Rohidin meminta peran guru bisa lebih dimaksimalkan dalam mendidik pelajar.
"Mulai saat ini saya minta agar seluruh pelajar baik pun mahasiswa agar bisa lebih bijak menggunakan media sosial," ujarnya.
Hal senada diungkap Wakil Ketua Komisi X DPR RI Dede Yusuf. Dia menilai siswa tersebut berhak dapat pembinaan dan tak perlu dikeluarkan sekolah.
"Poinnya adalah anak ini juga berhak mendapatkan pembinaan, tidak perlu sampai DO," kata Dede Yusuf kepada wartawan, Rabu (19/5).
Menurut Dede Yusuf, siswi ini tak sepatutnya dikeluarkan sekolah lantaran menghina menghina Palestina. Jika pun dikeluarkan sekolah karena akumulasi kasus, harus dilandasi aturan yang ada di sekolah.
"Tapi kalau dia di-DO akibat akumulasi perbuatan dia, maka itu harus ada payung hukumnya. Dasar-dasar hukumnya atau aturan-aturan yang ada di sekolah. Jadi enggak boleh hanya gara-gara satu case media sosial," ujarnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Center for Education Regulations and Development Analysis (CERDAS), Indra Charismiadji, menilai tindakan sekolah terhadap siswi tersebut dinilai tak menyelesaikan masalah.
"Sebetulnya lemah sekali untuk sekolah mengeluarkan anak ini dan tujuannya juga tidak mendidik, kenapa? Karena tidak memberikan jalan keluar. Hanya dengan mengeluarkan dia dari sekolah, itu tidak menyelesaikan masalah," kata Indra, Rabu (19/5/2021).
Indra menilai sekolah harusnya mengambil langkah memperbaiki perilaku siswi yang menghina Palestina. Pikiran siswi yang masih remaja disebutnya masih labil.
Baca Juga: Fakta-fakta Lengkap Penemuan Kawah Misterius di Lokasi Tenggelamnya KRI Nanggala 402
Dia juga menilai ada unsur lepas tangan sekolah sehingga men-drop out siswi penghina Palestina. Padahal menurut Indra, siswi tersebut tak semestinya seperti berurusan dengan hukum.
"Harusnya sebagai pendidik, justru arahnya mendidik anak, bukan melepas tangan. Langkah ini adalah langkah lepas tangan, memberikan hukuman terhadap sesuatu yang menurut saya tidak jelas. Karena lain halnya kalau dia melanggar hukum, jadi dia itu harus berhubungan dengan pihak kepolisian dan harus keluar dari sekolah karena tidak bisa mengikuti pelajaran lagi," imbuhnya.