Pada 2015, kawasan Jatinangor masuk ke dalam Perencanaan Tata Ruang Wilayah pemerintah pusat, provinsi, maupun daerah sebagai Kota Metropolitan di kawasan Bandung Raya. Hal ini berangkat dari potensi daerah yang ada di Kawasan Jatinangor.
Kawasan yang digadang-gadangkan akan menjadi seperti Silicon Valey ternyata memiliki sejarah menarik. Jejak-jejak kejayaan masa lampau daerah Jatinangor masih dapat ditemui melalui beberapa bangunan peninggalan masa Kolonial Belanda.
1. Menara Loji
Selama era Kolonial Belanda, Jatinangor merupakan area perkebunan teh dan karet yang dikelola oleh perusahaan swasta Belanda bernama yang didirikan pada tahun 1841, dengan luas 962 hektar pada waktu itu. Perkebunan ini membentang dari lahan yang saat ini menjadi wilayah Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) hingga Gunung Manglayang. Pemilihan lokasi Jatinangor, bukan tanpa alasan. Wilayah ini dilewati jalur utama De Groote Postweg yang membentang dari Anyer sampai Panarukan dan digagas oleh Gubernur Jendral Herman Willem Daendels pada tahun 1808.
Perusahaan Maatschappij tot Exploitatie der BaudLanden dimiliki oleh seorang berdarah Jerman bernama Willem Abraham Baud (1816-1879) atau dikenal dengan nama Baron Baud. Untuk mengendalikan sistem kerja para pegawai, Baron Baud membangun sebuah Menara yang dinamakan Menara Loji. Loji berasal dari kata berbahasa Portugis “feictoria” yang artinya Gudang atau kantor tempat berdagang.
Dibangun pada tahun 1800an dengan mengusung gaya gotik, menara ini dilengkapi tangga di dalam Menara. dan terdapat lonceng di atasnya. Sayangnya, pada tahun 1980an, lonceng menara yang masih kokoh berdiri sampai kini, dicuri oleh orang tak dikenal dan sampai hari ini, bangunan cagar budaya tersebut kurang mendapat perhatian pemerintah setempat.
Kini, taman Menara Loji berada di area Kampus ITB Jatinangor.
Baca juga: Doa Agar Dilancarkan Rezeki saat Pandemi Covid-19
2. Jembatan Cincin
Jembatan eksotis ini berada di antara sisi barat Kampus Universitas Padjadjaran dan wilayah Cikuda, Jatinangor. Jembatan ini dulunya merupakan akses jalur Kereta Api yang menghubungkan antara Stasiun Rancaekek, Jatinangor, Citali, dan Tanjung Sari. Dibangun oleh perusahaan kereta api yang bernama Staat Spoorwegen Verenidge Spoorwegbedrijf pada tahun 1918, pembangunan jembatan ini bertujuan untuk membawa hasil perkebunan.
Di masa lalu, jembatan ini menjadi moda penggerak perkebunan karet terbesar di Jawa Barat dan setiap pagi hari hasil bumi dari Tanjungsari dibawa melalui jembatan ini untuk dijual di Rancaekek. Kegiatan itu berjalan terus sampai meletusnya Perang Dunia II hingga tentara Jepang datang ke tanah Jawa. Romusha mengangkut besi-besi rel sepanjang Jatinangor sampai Tanjung Sari untuk dilebur menjadi alat persenjataan perang di Lebak, Banten.
Sampai saat ini kedua bangunan bersejarah itu menjadi ikon tersendiri bagi Jatinangor. Sebelum empat Universitas besar didirikan di tanah Jatinangor, Kawasan itu telah lama menorehkan sejarah Indonesia.
Sumber: diramu dari berbagai sumber.