Menko Polhukam, Mahfud MD bercerita tentang angka kemiskinan Indonesia dari masa ke masa, seperti era Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan era Joko Widodo (Jokowi). Hal ini Mahfud ceritakan saat dalam webinar Tadarus Demokrasi dengan tema 'Ekonomi dan Demokrasi', Sabtu (1/5/2021).
Mahfud menceritakan Indonesia sebelum merdeka hampir semua rakyatnya miskin hingga diperkirakan mencapai 99 persen. Angka kemiskinan itu, lanjutnya, terus berkurang pada akhir masa pemerintahan Sukarno menjadi 54 persen.
Baca Juga: Penjelasan Mahfud MD Soal Ekonomi Indonesia Ada Kemajuan Meski Banyak Korupsi
Sejak lengsernya Soeharto pada 1998, Mahfud mengatakan, tingkat kemiskinan terus menurun menjadi 18 persen. Angka tersebut semakin menurun di era Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mencapai 11,7 persen hingga era Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebesar 9,7 persen.
"Pada saat Pak Jokowi memerintah 5 tahun pertama, angka kemiskinan turun menjadi 9,1. Karena ada pandemi setahun terakhir ini, naik lagi angka kemiskinan menjadi 9,7. Artinya apa, ada kemajuan meskipun banyak korupsinya karena negara Indonesia ini kaya raya, kalau dikelola meskipun secara koruptif itu manfaatnya tetap banyak bagi rakyat, apalagi kalau dikelolanya nanti secara bersih dari korupsi," ujarnya.
Baca Juga: Wanita Cantik Dituduh Lakukan Mesum di Mobil, Seorang Ibu Sebut Sudah buka Celana
Mahfud menambahkan hubungan antara demokrasi dan hukum dalam suatu negara. Konfigurasi politik yang timbul, sebutnya, berpengaruh terhadap sikap hukum yang ada.
"Saya selalu mengatakan begini, korupsi itu selalu dilihat sebagai sesuatu fenomena pelanggaran hukum. Tetapi dalam disertasi saya, itu sebenarnya hukumnya akan baik atau jelek, baik pembuatan substansi hukumnya maupun penegakkannya, itu tergantung pada demokrasinya," tuturnya.
Baca Juga: Ustaz Yusuf Mansur Sebut Tidak Mudik Akan Dapat Pahala Malam Lailatul Qadar
"Kalau demokrasinya berjalan baik maka hukum akan baik, kalau demokrasinya buruk maka hukum juga akan buruk. Konfigurasi politik demokratis tampil, hukum akan menjadi responsif. Kemudian konfigurasi politik tampil secara otoriter dan hegemonik maka hukum akan menjadi sangat sangat konservatif," lanjut Mahfud.