Ketua Umum PBNU, KH. Said Aqil Siradj baru-baru ini menyatakan bahwa ajaran dari Wahabi dan Salafi merupakan salah satu pintu masuk terorisme di Indonesia.
Hal itu disampaikan Said Aqil lantaran masih berkaitan dengan aksi bom bunuh diri yang terjadi beberapa hari lalu di Gereja Katedral, Kota Makassar, Sulawesi Selatan.
Lebih lanjut dalam pernyataannya Said Aqil, berpendapat untuk memberantas terorisme dan radikalisme adalah dengan cara menghadapi benihnya.
"Kalau kita benar-benar sepakat, satu barisan ingin menghadapi, menghabiskan atau menghabisi jaringan terorisme dan radikalisme, benihnya dong yang harus dihadapi," kata Said Aqil dalam Webinar yang ditayangkan di Youtube TVNU.
Usut punya usut benih yang Said Aqil maksud adalah ajaran Wahabi, yang menurutnya menjadi pintu masuk dari terorisme di Indonesia.
"Benihnya, pintu masuk yang harus kita habisin, apa? Wahabi. Ajaran Wahabi itu pintu masuk terorisme," ucapnya.
Namun, Said Aqil juga menegaskan bahwa Wahabi bukan lah ajaran terorisme, tapi merupakan pintu masuk dari terorisme karena ajarannya dianggap ajaran yang ekstrem.
Said Aqil menjelaskan bahwa dalam ajaran Wahabi kerap kali kata "bid'ah, haram, sesat, dholal" digunakan sehingga membuat Wahabi menjadi pintu masuknya teroris.
"Wahabi bukan terorisme tapi pintu masuk. Kalau udah Wahabi ini musyrik, ini musyrik, ini 'biddah', ini nggak boleh, ini sesat, ini 'dholal', ini kafir, itu langsung satu langkah lagi, satu 'step' lagi, sudah halal darahnya boleh dibunuh," ujar Said Aqil.
Dengan pertimbangan tersebut, Said Aqil menyebutkan bahwa Wahabi dan Salafi merupakan pintu masuk dari terorisme.
"Jadi benih pintu masuk terorisme adalah Wahabi dan Salafi. Wahabi dan Salafi adalah ajaran ekstrem," katanya.
Disisi lain Said Aqil juga menyampaikan bahwa ledakan bom bunuh diri di Gereja Katedral Makassar menunjukkan adanya bahaya laten terorisme yang masih mengancam Indonesia.
Menurutnya bahaya laten yang dihadapu Indonesia bukan lagi paham komunisme atau Partai Komunis Indonesia (PKI), melainkan terorisme dan radikalisme.
"Mohon maaf, saya berani mengatakan bukan PKI bahaya laten kita, tapi radikalisme dan terorisme yang selalu mengancam kita ini," ujar Said Aqil.
Dia menduga bahwa kelompok teroris tersebut merupakan bagian dari jaringan Jamaah Asharut Daulah (JAD).
Kelompok JAD ini bisa lebih ekstrem daripada Jamaah Ansharut Tauhid yang dipimpin oleh Abu Bakar Baasyir lantaran JAD memiliki pandangan bahwa seluruh pihak yang bersebrangan dengan mereka adalah kafir.