Ancaman Hukuman mati menanti Menteri Sosial Juliari yang korupsi dana bansos Covid-19 di situasi pandemi virus corona. Seelumnya Ketua KPK Firli Bahuri sudah mengingatkan semua pihak akan ancaman hukuman tersebut.
Pernyataan Ketua KPK tersebut tentunya sangat mendasar. Firli membuat pernyataan tersebut sesai dengan apa yang tertera pada bunyi pasal 2 UU Nomor 31 Tahun 1999. Dimana hukuman mati bisa dijatuhkan dalam keadaan tertentu.
Baca juga: Kronologi Kasus Suap Bansos Covid-19 Menteri Sosial Juliari Batubara, Terima Uang 17 Miliar
Berikut bunyi pasal 2 UU Nomor 31 Tahun 1999:
Pasal 2
(1) Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(2) Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan.
Dalam jumpa pers di Gedung KPK Firli kembali menyinggung terkait ancaman hukuman mati terhadap koruptor yang terbukti merugikan negara. Firli kemudian menyebut bahwa hal tersebut tertuang dalam Undang-Undangan 31 tahun 1999.
Baca juga: Aliran Dana Suap Bansos Covid-19, Juliari Batubara Terima Rp 17 miliar untuk Keperluan Pribadi
"Kita paham di dalam penentuan UU 31 tahun 1999 yaitu pasal 2 tentang penindakan, yaitu barang siapa yang telah melakukan perbuatan dengan sengaja memperkaya diri atau orang lain dengan melawan hukum sehingga mengakibatkan kerugian negara," kata Firli dalam pernyataan pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Minggu 6 Desember 2020.
"Kedua memang ada ancaman hukum mati. Kita paham juga bahwa pandemi COVID-19 ini dinyatakan oleh pemerintah bahwa ini adalah bencana non alam sehingga tentu kita tidak berhenti sampai di sini apa yang kita lakukan kita masih akan terus bekerja terkait dengan bagaimana mekanisme pengadaan barang jasa untuk bantuan sosial di dalam pandemi COVID-19. Tentu nanti kita akan bekerja berdasarkan keterangan saksi dan bukti apakah bisa masuk ke dalam pasal 2 UU 31 Tahun '99," sambung Firli.