Jembatan Sembayat yang merupakan penghubung Kecamatan Bungah dan Manyar, Kabupaten Gresik, Jawa Timur, ternyata menyimpan deretan kisah misteri.
Menurut cerita mulut ke mulut, jembatan yang dibangun sejak zaman Gubernur Jenderal Daendels ini sering terjadi penampakan buaya putih dan dipercaya tempat hilangnya salahsatu putri Kerajaan Solo.
Bahkan di era Gubernur Jenderal Daendels pada tahun 1808, jembatan yang dulunya dinamakan Jembatan Gladak ini pernah menjadikan ratusan manusia sebagai tiang pancang jembatan.
Salah satu tokoh Alumni Pesantren Mambaus Sholihin Suci Gresik, Muhammad Hanif menjelaskan terjadinya orang yang bunuh diri di Jembatan Sembayat merupakan tumbal dari kerajaan Putri Solo.
Baca Juga: Cerita Mistis di Hutan Mantingan, Pengendara Diikuti Bola Api saat Perjalanan Ngawi-Kediri
“Pasti ada tragedi, biasanya kalau mau musim hujan, waktunya arus deras pasti ada, seperti yang dulu yang belum ketemu,” ucapnya.
Menurutnya, ada kerajaan Jin Putri Solo antara dua jembatan penghubung dua kecamatan di Kabupaten Gresik itu. “Dulu kan ada jembatan lawas sebelum adanya jembatan dua itu, dan juga ada buaya putih,” ujar Hanif.
Dikatakan Hanif, Kerajaan Putri Solo berawal dari jalannya ular hitam besar yang mencari Putri Solo. Bekas jalan ular dari Solo hingga Gresik itu kemudian menjadi berbekas seperti kubangan panjang, hingga akhirnya Bengawan Solo.
“Ular besar dari Solo mencari Putri Solo, bekas jalannya berbentuk Bengawan, ular besar ini menetap di Mengare, dan Putri Solo menetap di Bawah Jembatan Sembayat, dan bisa jadi itu tumbal untuk Putri Solo, karena ular itu wujud dari orang laki-laki,” papar Hanif.
“Makanya kalau ada apa-apa di Mengare aman bahkan gak ada Banjir, meskipun wilayah Kecamatan Dukun kekeringan, tapi Sembayat tidak pernah, mungkin kekeringan hanya airnya bening,” jelas pemuda asli Mengare itu.
Lanjut Hanif, kalau ada orang yang hilang atau jatuh dari Jembatan Sembayat, biaasanya ketemu di sebelah Desa Bedanten, “Korban Ahmad Farid ini ketemunya di baratnya jembatan padahal airnya mengalir ke Timur, ini aneh,” tandasnya.
Masih Hanif, setiap orang tercebur, masyarakat Sembayat menyarankan untuk pergi ke makam Boyot Sembayat, untuk sebagai perantara petunjuk dan pertolongan. Makam itu berada di Timur Jembatan. Makam tersebut hingga kini dikeramatkan warga Sembayat.
“Saat kecebur, keluarga korban Ahmad Farid juga minta kepada orang pintar. Jadi pencariannya di Baratnya jembatan, tidak sampai Bedanten, karena sudah ada petunjuk,” terangnya.
Selain itu, masyarakat Sembayat juga mengkeramatkan ikan mas. Jadi bagi masyarakat sekitar tidak boleh mengambil ikan mas di sekitar Jembatan Sembayat itu. Berdasarkan info yang beredar di masyarakat Mengare, sesuai pengakuan saksi Sopir Lyn Biru yang lewat di Jembatan Sembayat sebelum korban meloncat dan menceburkan diri ke Bengawan Solo, korban diketahui mengejar seorang perempuan berbaju putih.
“Dipanggil orang lyn bemo tidak dihiraukan. Sepeda motor terkunci, dan kunci motor dibawa, dan korban sadar saat sudah tercebur di Bengawan Solo minta tolong. Nah, akan ditolong oleh warga yang sedang mancing dengan perahunya, tiba-tiba mesin perahunya mati,” pungkas Hanif.
Cerita misteri lainnya adalah tiang pancang manusia sebagaimana diceritakan dalam buku Grisse Tempoe Doeloe karya Dukut Imam Widodo. Kala itu Gubernur Jenderal Daendels marah bukan main saat melihat progres pembangunan Jembatan Gladak atau Jembatan Sembayat yang tidak kunjung selesai. Kemarahan itu diluapkan pada bupati Sidayu kala itu. Jenderal Daendels memaksa bupati menyerahkan ratusan warga untuk dipekerjakan secara paksa di proyek Jembatan Gladak.
Lantas manusia yang disiapkan ternyata bukan untuk bekerja membangun jembatan. Namun mereka dijadikan tiang pancang untuk menahan gladak kayu jembatan yang membentang di sepanjang Bengawan Solo. Saat itulah banyak nyawa yang melayang akibat kebijakan keras Gubjen Daendels.
Sejak saat itu kematian para pekerja Jembatan Gladak sering menghantui warga sekitar. Bahkan ada penampakan pada malam tertentu diiringi dengan rintihan suara manusia menahan sakit. Sesekali di sungai terlihat seperti ada orang tenggelam dan minta tolong.
“Saya pernah melihat bayangan orang tenggelam dan minta tolong. Tadinya saya mau nolong dengan berenang, untungnya saya diingatkan oleh ibu-ibu tua di tepi sungai agar tidak dilakukan. Kalau sampai menolong dan berenang, bisa-bisa saya ikut dalam alam orang halus itu alias saya yang tenggelam dan mati,” kata Teguh Haryono, pemancing asal Sukomulyo, Kecamatan Manyar yang sering mancing di tanggul Jembatan Sembayat.