Salah satu seorang aktivis yang dikenal dengan nama lengkap Munir Said Thalib, (alm) Munir lahir di Malang, Jawa Timur pada 8 Desember 1965. Bahkan pada kala itu Munir tinggal di Jalan Diponegoro nonor 169, Batu, Jawa Timur. Munir juga mengenyam pendidikan dasarnya di SD Muhammadiyah 4 Batu.
Kabar duka Munir dapatkan pada kelas 6 SD, ayah Munir meninggal dunia. Bahkan kehidupannya berubah semasa ayahnya meninggal, Munir juga memilih membantu kakaknya, Muhfid Said Thalib, berjualan sepatu dan sandal di Pasar Batu.
Namun pada saat menginjak bangku SMP, Munir tak hanya belajar di kelas. Munir mulai aktif di organisasi ekstra kulikuler pecinta alam. Menginjak masa SMA, Munir memilih memasuki jurusan IPS.
Bahkan di ketahui juga bahwa semasa hidupnya, Munir dikenal sebagai aktivis Hak Asasi Manusia (HAM).
Munir melanjutkan studi di Fakultas Hukum Universitas Brawijaya. Kala itu, ia tak hanya berkuliah di kelas saja.
Baca Juga: Fakta-fakta Kronologi Kasus Kematian Munir yang Masih Misteri
Semasa menjadi mahasiswa Munir mulai aktif di berbagai organisasi kampus, baik intra maupun ekstra kampus. Munir merupakan anggota Forum Studi Mahasiswa untuk Pengembangan Berpikir.
Bahkan di Dewan Perwakilan Mahasiswa Hukum Universitas Brawijaya, Munir menjabat sebagai sekretaris.
Munir juga tak hanya organisasi intra kampus, Munir juga mengikuti organisasi ekstra kampus, yaitu Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Pengalaman menjadi aktivis ini turut mewarnai rekam jejak Munir.
Pria keturunan Arab lulusan Fakultas Hukum Universitas Brawijaya ini merupakan seorang aktivis dan pejuang HAM Indonesia. Ia dihormati oleh para aktivitis, LSM, hingga dunia internasional.
Diketahui juga bahwa pada tanggal 16 April 1996, Munir mendiriikan Komosi untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan (KontraS) serta menjadi Koordinator Badan Pekerja di LSM ini. Di lembaga inilah nama Munir mulai bersinar, saat dia melakukan advokasi terhadap para aktifis yang menjadi korban penculikan rejim penguasa Soeharto.
Bahkan dengan kegigihanya dan perjuangannya yang tak kenal lelah, dia pun memperoleh The Right Livelihood Award di Swedia (2000), sebuah penghargaan prestisius yang disebut sebagai Nobel alternatif dari Yayasan The Right Livelihood Award Jacob von Uexkull, Stockholm, Swedia di bidang pemajuan HAM dan Kontrol Sipil terhadap Militer di Indonesia.
Rincian Riwayat Karier Munir
- Direktur Eksekutif Lembaga Pemantau HAM Indonesia Imparsial
- Ketua Dewan Pengurus KONTRAS (2001)
- Koordinator Badan Pekerja KONTRAS (16 April 1998-2001)
- Wakil Ketua Dewan Pengurus YLBHI (1998)
- Wakil Ketua Bidang Operasional YLBHI (1997)
- Sekretaris Bidang Operasional YLBHI (1996)
- Direktur LBH Semarang (1996)
- Kepala Bidang Operasional LBH Surabaya (1993-1995)
- Koordinator Divisi Pembunuhan dan Divisi Hak Sipil Politik LBH Surabaya (1992-1993)
- Ketua LBH Surabaya Pos Malang Relawan LBH Surabaya (1989)
Organisasi Munir Said Thalib
- Sekretaris BPM Fakultas Hukum Universitas Brawijaya (1988)
- Ketua Senat Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Brawijaya (1989)
- Anggota HMI Komisariat Hukum Universitas Brawijaya
- Ketua Umum Komisariat Hkukum Universitas Brawijaya HMI Cabang Malang
- Sekretaris Al Irsyad Kabupaten Malang (1988)
- Divisi Legal Komite Solidaritas untuk Marsinah
- Sekretarsi Tim Pencari Fakta Forum Indonesia Damai
Penghargaan Munir Said Thalib
- Right Livelihood Award 2000 - Penghargaan pengabdian bidang kemajuan HAM dan kontrol sipil terhadap militer (Swedia, 8 Desember 2000)
- Mandanjeet Singh Prize, UNESCO - atas kiprahnya mempromosikan Toleransi dan Antikekerasan (2000)
- Satu di antara Pemimpin Politik Muda Asia pada Milenium Baru (Majalah Asiaweek, Oktober 1999)
- Man of The Year versi Majalah Ummat (1998)
- Suardi Tasrif Awards, Aliansi Jurnalis Independen, (1998) (atas nama Kontras)
- Serdadu Awards, Organisasi Seniman dan Pengamen Jalanan Jakarta (1998)
- Yap Thiam Hien Award (1998)
- Satu dari seratus tokoh Indonesia abad XX, Majalah Forum Keadilan
Baca Juga: Kumpulan Pesan Munir Said Thalib dalam Pergerakan
Bahkan dengan kecintaan terhadap ilmu hukum membuat Munir memutuskan untuk melanjutkan studinya ke Amsterdam dan melanjutkan kuliah pascasarjana di Universitas Utrecht, Belanda.
Setelah pamit kepada teman-temannya, pesawat Garuda GA-974 yang ditumpangi Munir pun lepas landas dari Jakarta, pada 06 September 2004 pukul 21.55 malam WIB.
Namun dalam perjalanannya ini, Munir Said Thalib mengembuskan napas terakhirnya di langit Rumania pada 07 September 2004, atau dua jam sebelum pesawat yang ditumpanginya mendarat di Bandara Schipol, Amsterdam.
Bahkan Otoritas Belanda yang juga memeriksa jenazahnya kemudian menemukan kandungan arsenik dalam tubuh Munir.
Namun setelah lewat 16 tahun kematiannya, nama Munir bagi generasi muda dianggap sebagai sosok yang memudahkan mereka untuk menerjemahkan gagasan konsep HAM yang universal dalam pengalaman orang-orang Indonesia.
Grafiti wajah Munir hadir di pojok-pojok kota, jalanan, hingga kaos dan akan terus berlipat ganda di masa mendatang. Munir tak pudar ditelan waktu.
Sumber:Wikipedia/kompas/tribun/merdeka