Tahun baru Islam atau biasa disebut 1 Muharam adalah tanggal yang penting bagi umat muslim untuk memperingati hijrahnya Nabi Muhammad SAW dari Mekkah ke Madinah. Pada masyarakat Jawa, awal bulan Muharam disebut juga sebagai malam 1 Suro.
Bahkan jika mendengar mengenai Malam satu suro, bisa dibuat merinding sendiri. Ya malam yang satu ini, memang dispesialkan oleh sebagian orang karena banyaknya mitos yang menyelimutinya. Oleh sebab itu kadang saat malam ini tiba, tidak ada orang yang mau berbuat macam –macam ataupun aneh-aneh karena takut kena sial.
Hingga saat ini sebagian besar masyarakat di Yogyakarta dan Solo (Surakarta) masih memegang teguh ajaran yang diwarisi oleh para leluhurnya. Salah satu ajaran yang masih dilakukan adalah menjalankan tradisi malam satu Suro, malam tahun baru dalam kalender Jawa yang dianggap sakral bagi masyakarat Jawa.
Bertepatan dengan Tahun Baru Islam, malam 1 Suro dianggap kramat khususnya masyarakat Jawa. Karenanya, banyak ritual-ritual khusus yang dijalankan, seperti penjamasan, kungkum, dan lain sebagainya. Berbeda daerah, maka berbeda pula cara mengisi malam 1 Suro.
Tradisi malam satu Suro bermula saat zaman Sultan Agung sekitar tahun 1613-1645. Saat itu, masyarakat banyak mengikuti sistem penanggalan tahun Saka yang diwarisi dari tradisi Hindu. Hal ini sangat bertentangan dengan masa Sultan Agung yang menggunakan sistem kalender Hijriah yang diajarkan dalam Islam.
Baca Juga : Seram! Ini Beberapa Mitos Misteri Malam Satu Suro
Baca Juga : Merinding! Kisah Misteri Suzzanna yang Konon Sering Ritual Mistis Sebelum Jadi Ratu Horor
Baca Juga : Seram! Kisah Misteri Pabrik Cerutu Taru Martani yang Sering Mucul Penampakan Hantu Noni Belanda
Sultan Agung kemudian berinisiatif untuk memperluas ajaran Islam di tanah Jawa dengan menggunakan metode perpaduan antara tradisi Jawa dan Islam. Sebagai dampak perpaduan tradisi Jawa dan Islam, dipilihlah tanggal 1 Muharam yang kemudian ditetapkan sebagai tahun baru Jawa. Hingga saat ini, setiap tahunnya tradisi malam satu Suro selalu diadakan oleh masyarakat Jawa.
Jadi waktu diadakannya berbagai ritual, tak heran kalau malam 1 Suro selalu identik dengan aura mistis. Salah satunya penjamasan, yakni ritual mencuci senjata pusaka seperti keris, tombak, dan lain sebaginya yang dilakukan oleh masyarakat Jawa. Tapi bukan itu saja yang harus dilakukan.
Selain ritual pencucian pusaka, ada juga acara iring-iringan rombongan masyarakat atau yang biasa kita sebut kirab menjadi salah satu hal yang bisa kita lihat dalam ritual tradisi ini.
Para abdi dalem keraton, hasil kekayaan alam berupa gunungan tumpeng serta benda pusaka menjadi sajian khas dalam iring-iringan kirab yang biasa dilakukan dalam tradisi Malam Satu Suro.
Di Solo, biasanya dalam perayaan malam satu Suro terdapat hewan khas yakni kebo (kerbau) bule. Kebo bule menjadi salah satu daya tarik bagi warga yang menyaksikan perayaan malam satu Suro. Keikutsertaan kebo bule ini konon dianggap keramat oleh masyarakat setempat.
Baca Juga : Seram! Kisah Misteri yang Membuktikan Bahwa Hantu Juga Suka Usil, Pernah Diusili Gak?
Baca Juga : Kenpa Tuyul Tak Bisa Mencuri di ATM? Ternyata Ini Beberapa Alasanya
Baca Juga : Seram! Kisah Misteri Menikah dengan Jin yang Konon Dapat Mendatangkan Kekayaan
Berbeda dengan Solo, di Yogyakarta perayaan malam satu Suro biasanya selalu identik dengan membawa keris dan benda pusaka sebagai bagian dari iring-iringan kirab. Tradisi malam satu Suro menitikberatkan pada ketentraman batin dan keselamatan. Karenanya, pada malam satu Suro biasanya selalu diselingi dengan ritual pembacaan doa dari semua umat yang hadir merayakannya. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan berkah dan menangkal datangnya marabahaya.
Selain itu, sepanjang bulan Suro masyarakat Jawa meyakini untuk terus bersikap eling (ingat) dan waspada. Eling disini memiliki arti manusia harus tetap ingat siapa dirinya dan dimana kedudukannya sebagai ciptaan Tuhan. Sementara, waspada berarti manusia juga harus terjaga dan waspada dari godaan yang menyesatkan.