Ekonomi Amerika Serikat (AS) terkontraksi atau minus 32,9 persen pada kuartal II 2020 akibat tertekan virus corona.
Dengan kondisi itu Negeri Paman Sam resmi masuk ke jurang resesi setelah tumbuh minus 5 persen pada kuartal I 2020.
Dilansir dari AFP, Kamis 30 Juli 2020, kondisi ini menempatkan AS ke ekonomi terburuk sejak 1947. Penurunan ekonomi disumbang oleh konsumsi rumah tangga yang turun 34,6 persen secara tahunan.
Padahal, indikator ini merupakan penyumbang utama ekonomi AS selama ini.
Sebelumnya, resesi ekonomi juga sudah dialami oleh beberapa negara di dunia. Salah satunya, Jerman.
Pemerintah Jerman mengumumkan pertumbuhan ekonomi minus 10,1 persen. Jerman resmi mengalami resesi ekonomi setelah tumbuh minus 2,2 persen pada kuartal I 2020.
Kontraksi ekonomi Jerman juga menjadi terbesar dan lebih parah dari krisis keuangan 2008-2009.
Tak hanya Jerman, Korea Selatan juga mengalami pertumbuhan ekonomi negatif dua kuartal berturut-turut pada tahun ini. Negeri K-Pop tumbuh minus 1,3 persen pada kuartal I 2020 dan minus 3,3 persen pada kuartal II 2020.
Singapura juga berada di jurang resesi pada kuartal II 2020. Ekonomi Negeri Singa turun 12 persen pada kuartal II 2020 setelah tumbuh minus 0,7 persen pada kuartal I 2020.
Indonesia menjadi salah satu negara yang mengalami ketidakpastian itu. Bahkan kini risiko resesi menjadi sangat tinggi.
Baca Juga: Hati-Hati, Indonesia Bisa Masuk Jurang Resesi Jika Ini Terjadi
Pada kuartal I-2020, ekonomi Indonesia masih bisa tumbuh 2,97%. Meski menjadi catatan terendah sejak 2001, tetapi itu bisa dicapai kala negara-negara lain mengalami kontraksi (pertumbuhan negatif). Bahkan China mengalai kontraksi sampai -6,8%.
Namun pada kuartal II-2020, sepertinya Indonesia sudah tidak bisa menghindar dari kontraksi. Sri Mulyani Indrawati, Menteri Keuangan, memperkirakan ekonomi April-Juni akan terkontraksi dalam kisaran -3,5% hingga -5,1%.
Jika pada kuartal III-2020 kontraksi kembali terjadi, maka Indonesia secara sah dan meyakinkan akan masuk jurang resesi. Pemerintah memperkirakan ekonomi pada kuartal III-2020 berada di kisaran -1% hingga 1,2%. Kemungkinan kontraksi masih ada, sehingga risiko resesi tidak bisa dikesampingkan.
"Secara definisi begitu (resesi). Namun kita berharap kuartal III tidak negatif," ujar Sri Mulyani.
Risiko Indonesia masuk ke jurang resesi sepertinya semakin tinggi. Pasalnya, tambah banyak saja institusi yang meramal Indonesia bakal mengalami kontraksi ekonomi dua kuartal beruntun pada 2020.
Terbaru, Moody's Investors Service, lembaga pemeringkat internasional memperkirakan pendapatan para perusahaan di Indonesia akan turun hingga 50 persen pada 2020 dibandingkan pendapatan pada 2019. Penurunan pendapatan terjadi akibat tekanan ekonomi di tengah pandemi virus corona atau covid-19.
Baca Juga: Susul Singapura dan Korsel, Jerman Resmi Resesi
Analis Moody's Stephanie Cheong mengatakan potensi penurunan pendapatan terjadi karena pandemi virus corona menekan permintaan konsumsi masyarakat. Selain itu, juga turut menekan harga komoditas di pasar internasional.
"Kami memperkirakan indikator keuangan melemah di 2020 sebelum akhirnya pulih secara bertahap pada 2021, meskipun pendapatan akan tetap lebih rendah dari tahun-tahun sebelumnya," ungkapnya dalam laporan terbaru Moody's, Kamis 30 Juli 2020.
Sumber: CNBC, CNN