Di Provinsi Jawa Timur terdapat sebuah sungai yang merupakan sungai kedua terpanjang di Pulau Jawa, bernama Sungai Brantas. Diketahui, sungai ini berhulu di Desa Sumber Brantas, Kecamatan Bumiaji, Kota Baru. Aliran Sungai Brantas bersumber dari simpanan air Gunung Arjuno yang mengalir ke Malang, Blitar, Tulungagung, Kediri, Jombang, dan Mojokerto.
Pada era kerajaan-kerajaan Hindu-Budha di Jawa, Sungai Brantas menjadi lalu lintas perdagangan dunia. Sungai Brantas memiliki panjang sungai utama 320 km dengan Daerah Aliran Sungai (DAS) mencapai 11.800 km² atau seperempat dari total luas keseluruhan Provinsi Jawa Timur. Kawasan DAS ini telah lama dimanfaatkan sebagai area pertanian sejak abad ke-8.
Baca Juga: Gua Gembyang di Mojokerto, Spot Petualangan yang Kental akan Legenda, Mistis dan Misteri
Baca Juga: Merinding! Jembatan Penghubung Malang-Surabaya ini Dihuni Hantu Pemandu Jalan Menuju Kematian
Baca Juga: Salah Satu Masjid di Malang ini Disebut-sebut Proses Berdirinya Dibantu oleh Ribuan Jin, Benarkah?
Banyak film-film lama bergenre horror yang mengangkat tema tentang misteri buaya putih. Tak banyak yang tahu, ternyata kisah ngeri tersebut diangkat dari cerita rakyat di Sungai Brantas. Sejak lama banyak korban nyawa yang terpaksa harus ditumbalkan untuk meredam amarah dari sang Ratu Buaya Putih. Pada tahun 1009, Mpu Baradah berulang kali tercatat menumbalkan manusia saat memecah Kerajaan Kahuripan menjadi Kerajaan Panjalu dan Kerajaan Jenggala.
Cerita tentang keberadaan buaya putih juga ditemukan dalam tulisan-tulisan yang ditinggalkan oleh Pemerintah Kolonial Belanda pada rentang waktu 1836-1876. Saat itu, pembangunan jembatan lama yang membelah Sungai Brantas di Kediri mengalami kendala. Namun setelah tumbal dijatuhkan pembangunan akhirnya dapat diteruskan dan selesai.
Terdapat cerita tentang sosok buaya putih bernama Badug Seketi di Kecamatan Kras Kediri. Awalnya dahulu Badung Seketi berhubungan baik dengan penduduk. Setiap kali ada hajatan, penduduk selalu meminta keperluannya dipenuhi oleh sang Badung Seketi. Konon hubungan baik masih terus terjadi hingga tahun 1970an.
Sejak berabad-abad lalu, Sungai Brantas menjadi jalur tranportasi untuk lalu lintas kapal-kapal perdagangan dan peperangan. Banyak pelabuhan berdiri di sepanjang aliran sungainya untuk mengakomodir kapal-kapal saudagar dari luar Pulau Jawa. Pada masa kolonialisme Hindia Belanda, Mataram dan VOC pernah sekali menyerang Istana Trunojoyo di Kediri melalui jalur air yang berakibat pada karamnya salah satu kapal di Sungai Brantas.
Baca Juga: Gunung Arjuno, Disebut-sebut Gunung Paling Keramat di Indonesia, ini Cerita Mistisnya
Baca Juga: Pulau Nusa Barong di Jember, Objek Wisata Indah Disebut-sebut Sarang Makhluk Gaib, Benarkah?
Tak sedikit kapal-kapal besar lainnya yang karam di Sungai Brantas dan menenggelamkan semua harta benda yang dibawanya. Kejadian-kejadian tragis di masa lalu kemudian menjadi berkah pagi para penambang emas. Tak jarang mereka menemukan berbagai koin emas dan barang berharga lainnya yang diprediksi berasal dari kapal yang karam.