Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah merampungkan kajian program Kartu Prakerja yang diluncurkan pemerintah di tengah masa pandemi virus corona (Covid-19).
Dalam kajian cepat yang dilakukan, lembaga antirasuah itu menemukan permasalahan dalam kemitraan kartu prakerja dengan platform digital atau start up.
Lebih lanjut, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan potensi persoalan dalam program andalan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) itu karena kerja sama dengan 8 platform digital tidak melalui mekanisme Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ), serta terdapat konflik kepentingan.
Baca Juga: Wah, Sekarang Sudah Gak Bisa Bebas Minum Alkohol di Pesawat. Kenapa ya?
"Terdapat konflik kepentingan pada 5 dari 8 platform digital dengan Lembaga Penyedia Pelatihan. Sebanyak 250 pelatihan dari 1.895 pelatihan yang tersedia adalah milik Lembaga Penyedia Pelatihan (LPP) yang memiliki konflik kepentingan dengan platform digital," kata Alexander saat konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Kamis 18 Juni 2020.
Alex menjelaskan dalam proses pendaftaran Kementerian Ketenagakerjaan dan BPJS Ketenagakerjaan telah mengompilasi data pekerja yang terkena PHK dan sudah memadankannya dengan NIK yang berjumlah 1,7 juta pekerja terdampak.
Fakta di lapangan memperlihatkan sebagian kecil dari pekerja terdampak yang mendaftar secara daring, yaitu 143 ribu. Sedangkan sebagian besar peserta yang mendaftar untuk tiga gelombang yaitu 9,4 juta pendaftar bukan target yang disasar program kartu prakerja.
"Penggunaan fitur face recognition untuk kepentingan pengenalan peserta dengan anggaran Rp30,8 miliar tidak efisien. Penggunaan NIK dan keanggotaan BP Jamsostek sudah memadai," ujarnya.
Selain itu, Alex mengatakan materi pelatihan tidak dilakukan dengan kompetensi yang memadai. Ia mengungkapkan pelatihan yang memenuhi syarat baik materi maupun penyampaian secara daring hanya 13 persen dari 1.895 pelatihan (Himpunan Lembaga Latihan Seluruh Indonesia).
Dari jumlah 327 sampel pelatihan yang diperoleh, Alex menyatakan hal tersebut tersedia juga di jejaring internet dan tidak berbayar.
"Hasilnya 89 persen dari pelatihan tersedia di internet dan tidak berbayar termasuk di laman prakerja.org," ungkap Alex.
Alex mengatakan pihaknya juga mendapati metode pelatihan yang dilakukan secara daring berpotensi fiktif, tidak efektif dan merugikan keuangan negara. Pasalnya, metode pelatihan satu arah dan tidak memiliki mekanisme pengawasan atas penyelesaian pelatihan yang sesungguhnya oleh peserta.
Hal itu terlihat dari lembaga pelatihan yang menerbitkan sertifikat meskipun peserta belum menyelesaikan keseluruhan paket pelatihan yang telah dipilih. Dan, peserta sudah mendapat insentif meski belum menyelesaikan seluruh pelatihan yang sudah dibeli.
Sementara itu, negara tetap membayar pelatihan yang tidak diikuti peserta tersebut.
Berdasarkan temuan di atas, KPK memberikan sejumlah rekomendasi untuk perbaikan teknis pelaksanaan program Kartu Prakerja.
Di antaranya, peserta yang disasar pada pekerja terdampak tidak perlu mendaftar daring melainkan dihubungi manajemen pelaksana sebagai peserta program; Penggunaan NIK sebagai identifikasi peserta sudah memadai, tidak perlu dilakukan penggunaan fitur lain yang mengakibatkan penambahan biaya.
Komite agar meminta pendapat hukum ke Jamdatun-Kejaksaan Agung RI tentang kerja sama dengan 8 platform digital itu apakah termasuk dalam cakupan pengadaan barang/jasa (PBJ) pemerintah.
Kemudian, platform digital tidak boleh memiliki konflik kepentingan dengan Lembaga Penyedia Pelatihan dan 250 pelatihan yang terindikasi harus dihentikan penyediaannya.
Selain itu, kurasi materi pelatihan dan kelaikannya untuk menentukan apakah dilakukan secara daring agar melibatkan pihak-pihak yang kompeten dalam area pelatihan serta dituangkan dalam bentuk petunjuk teknis.
Rekomendasi berikutnya adalah materi pelatihan yang teridentifikasi gratis melalui jejaring internet harus dikeluarkan dari daftar pelatihan yang disediakan Lembaga Pelatihan; dan pelaksanaan pelatihan daring harus memiliki mekanisme kontrol agar tidak fiktif.
"Hasil kajian dan rekomendasi ini telah kami paparkan kepada Kemenko Perekonomian dan pemangku kepentingan terkait lainnya dalam rapat pada tanggal 28 Mei 2020," ungkap Alex.
Sekedar informasi, Program Prakerja yang bermitra dengan startup untuk mengatasi dampak Covid-19 ini diluncurkan Menko Perekonomian Airlangga Hartarto pada 20 Maret lalu. Selain diperuntukkan untuk para pencari kerja, para pekerja yang merupakan korban Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) akibat wabah virus corona (Covid-19) juga dapat mendaftar.
Setidaknya terdapat 5,6 juta masyarakat akan menerima manfaat Kartu Prakerja.
Baca Juga: Di Autria, Kentut di Depan Polisi Dengan Sengaja, Denda Rp. 8 Juta Rupiah
Lewat program ini, Pemerintah menganggarkan Rp20 triliun dengan rincian biaya pelatihan Rp5,6 triliun; dana insentif Rp13,45 triliun; dana survei Rp840 miliar; dan dana PMO Rp100 juta.
Anggaran ini naik dua kali lipat dari yang sudah direncanakan sebelumnya yakni Rp10 triliun.
Peserta Kartu Prakerja ini akan mendapat dana pelatihan sebesar Rp1 juta per periode pelatihan, dana bantuan Rp600 ribu per bulan selama empat bulan dan dana hasil pengisian survei Rp50 ribu per bulan selama tiga bulan. Totalnya, masing-masing peserta mendapat Rp3,55 juta.