Pasalnya Mantan Bendahara Umum (Bendum) Partai Demokrat, M Nazaruddin, dinyatakan bebas dari Lapas Sukamiskin, Bandung. Nazaruddin bebas usai mendapatkan cuti menjelang bebas (CMB). Ia keluar dari Lapas Sukamiskin pada Minggu 14 Juni 2020.
Namun tak hanya itu saja pasalnya hal ini berdasarkan Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor: PAS-738.PK.01.04.06 Tahun 2020 tanggal 10 Juni 2020 tentang Cuti Menjelang Bebas atas nama Muhammad Nazaruddin Bin Latief.
Bahkan Nazaruddin telah terlibat dalam perjalanan kasus yang panjang, mulai dari pelariannya ke luar negeri hingga nyanyiannya untuk mengungkap kasus korupsi perkara e-KTP yang melibatkan banyak nama politikus besar.
Baca Juga: Begini Hitungan PLN Terkait Tagihan Listrik Juni Bengkak
Berikut rekam jejak singkat Nazaruddin:
30 Juni 2011
KPK menetapkan Nazaruddin sebagai tersangka kasus dugaan suap pembangunan wisma atlet SEA Games di Palembang, Sumatera Selatan. Perkara itu sebelumnya turut menyeret 3 orang yang juga ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara ini. Mereka ialah Sekretaris Menteri Pemuda dan Olahraga, Wafid Muharam, Direktur Pemasaran PT Anak Negeri, Mindo Rosalina Manulang, dan Manajer Pemasaran PT Duta Graha Indah, Mohamad El Idris.
5 Juli 2011
KPK memasukkan nama Nazaruddin dalam daftar pencarian orang Kepolisian Internasional (interpol) karena selalu mangkir saat diperiksa. DPO di interpol dilakukan setelah KPK mengajukan penerbitan red notice atas nama Nazaruddin melalui Mabes Polri.
Bahkan tak hanya itu saja Permintaan penerbitan red notice itu, menurut Kepala Badan Reserse Kriminal Mabes Porli Komjen (Pol) Ito Sumardi, telah diterima Polri dari KPK sejak Senin 4 Juli 2011, dan langsung diteruskan ke International Criminal Police Organization (ICPO).
8 Agustus 2011
Setelah mengembara ke sejumlah negara, keberadaan Nazaruddin pun terlacak. Saat itu, keberadaannya diketahui setalah ia melakukan hubungan komunikasi di wilayah Dominika (Commonwealth). Atas informasi itu, Tim pemburu Nazaruddin meninggalkan Jakarta menuju Dominika dengan pesawat komersial pada 27 Juli 2011.
Bahkan setelah mempelajari sejumlah barang bukti terkait keberadaannya, Nazaruddin akhirnya ditangkap oleh aparat keamanan Kolombia di kota Cartagena pada 8 Agustus 2011.
Dalam pelariannya, Nazaruddin sempat berpindah-pindah ke sejumlah negara. Sebelum lari ke Kolombia, Nazaruddin sempat berada di Vietnam, Singapura, hingga Argentina.
30 November 2011
Nazaruddin didakwa menerima suap dari proyek pembangunan wisma atlet SEA Games di Jakabaring, Palembang, Sumatera Selatan. Jaksa KPK, pada Rabu 30 November 2011, menyebutkan bahwa Nazaruddin telah menerima suap sebesar Rp 4,6 miliar dari Marketing Manager PT Duta Graha Indah (DGI), M El Idris.
Suap tersebut, menurut jaksa, merupakan success fee guna memenangkan PT DGI atas proyek wisma atlet SEA Games 2011 yang menyerap APBN sebesar Rp191 miliar lebih.
Atas perbuatannya, Nazaruddin didakwa melanggar Pasal 12 huruf b Undang-Undang (UU) Pemberantasan Korupsi, dakwaan kedua Pasal 5 ayat (2) jo Pasal 5 ayat (1) huruf b.
7 Desember 2011
Di dalam eksepsi yang dibacakan dalam sidang di pengadilan Tipikor Jakarta, Nazaruddin membeberkan yang ia ketahui dalam kasus proyek Bukit Hambalang. Menurutnya, kasus ini tidak lepas dari keterlibatan Ketum Demokrat saat itu, Anas Urbaningrum.
20 April 2012
Nazaruddin divonis hukuman penjara 4 tahun dan 10 bulan penjara serta denda Rp 200 juta. Ia dinyatakan terbukti bersalah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi.
Nazaruddin menerima suap Rp 4,6 miliar berupa lima lembar cek. Cek itu diserahkan ke El Idris kepada dua pejabat bagian keuangan Grup Permai, Yulianis dan Oktarina Fury.
31 Juli 2013
Nazaruddin mengungkapkan kepada KPK bahwa ada 11 kasus korupsi yang menyeret sejumlah nama anggota DPR. Salah satu yang ia sebutkan adalah korupsi proyek pengadaan e-KTP.
Nazaruddin juga mengungkapkan kepada siapa uang komisi atau fee tersebut dibagikan. Yaitu, kepada sejumlah anggota DPR Komisi II, hingga kepada Anas Urbaningrum dan Setya Novanto.
10 Desember 2015
Setelah dijerat dalam perkara rasuah terkait wisma atlet di Palembang, Nazaruddin kembali menjadi tersangka dalam perkara tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Nazar diduga telah menempatkan uang senilai Rp 50.205.544.915 rekening perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam Permai Grup.
Baca Juga: Gugus Tugas Minta Pemda-Pedagang Pasar Agar Tes Corona Tak Ditolak Kembali
Dalam dakwaan ketiga, ia diancam pidana dalam Pasal 3 ayat 1 huruf a, c dan e UU Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 25 Tahun 2003 tentang TPPU jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 65 ayat (1).
Pada dakwaan kedua, Nazaruddin didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang dengan total sekitar Rp 627 miliar periode tahun 2010-2014. Sehingga total keseluruhan pencucian uang Nazaruddin dari tahun 2009-2014 sebesar sekitar Rp 710 miliar.
16 Juni 2020
Namun tak hanya itu saja pasalnya Kadivpas Kemenkumham Jabar, Abdul Aris, mengatakan, Nazaruddin keluar dari Lapas Sukamiskin pada Minggu 14 Juni 2020.
Tak hanya itu saja bahkan dengan demikian, Aris mengatakan, Nazaruddin mulai menjalani Cuti Menjelang Bebas mulai tanggal 14 Juni hingga 13 Agustus. Selanjutnya, pengawasan dan bimbingan akan dilakukan oleh Bapas Bandung sebagai domisili penjamin.