Kembang Barenteng merupakan hiasan berbahan bunga mawar, bunga melati, bunga kenanga dan bunga kertas yang kemudian diolah dan dibentuk secara manual menggunakan tangan manusia hingga menghasilkan hasil karya seni bernilai ekonomis. Bentuknya pun bervariasi tergantung keahlian dan selera pembuatnya.
Kambang Barenteng adalah kerajinan khas Kota Martapura Kabupaten Banjar Provinsi Kalimantan Selatan, yang bukan hanya pengrajinnya saja, tapi asal bunganya pun berasal dari daerah setempat.
Bukan sekedar hiasan, kambang barenteng yang kerap terpajang ketika ada gelaran acara sakral keagamaan dan budaya di Kalimantan Selatan, ternyata juga menyimpan cerita menarik serta kisah mistis dalam proses asal muasalnya.
Baca Juga: Kampung Orang Halus di Kalsel, Dipercaya Menjadi Kampung Hajat bisa Dikabulkan, ini Lokasinya
Ada juga segelintir kalangan yang menjadikannya sebagai oleh-oleh. Namun dibalik itu, ada legenda tentang sejarah atau asal usul dari kambang barenteng ini hingga di jadikan bagian di kebudayaan Banjar sejak ratusan tahun lalu.
Konon, legenda asal usulnya hidup dikalangan para perajinnya atau dalam bahasa banjar disebut parentengan dikawasan Desa Bincau, Kecamatan Martapura, Kabupaten Banjar, Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel).
Para perajin kambang barenteng atau parentengan yang sudah senior disana sangat hafal dengan legenda ini. Seperti penuturan Anang Sarpini, petani bunga melati di Desa Bincau.
Dikisahkannya, dulu ada seorang puteri dari kerajaan banjar bernama Nini Randa. Karena ada masalah, kemudian terusir dari kerajaan dan memilih hidup didalam hutan.
Hutan yang ditinggali Nini Randa luas dan ditumbuhi berbagai jenis bunga atau kambang seperti melati, mawar, kenanga dan kertas yang kemudian disebut pengambangan.
Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, Nini Randa pun mulai merangkai bunga tersebut lalu dijual ke para bangsawan pada zaman itu. Dulu lokasi kerajaan berada di masjid Sabilal Muhtadin Kota Banjarmasin sekarang. Posisinya tidak jauh dari sungai Martapura.
Baca Juga: Kisah Icha, Jalani Sidang Tugas Akhir Kuliah dari Ruang Isolasi Covid-19
Nini Randa menggunakan perahu atau disebut orang banjar jukung, di dekat kerajaan banjar. Rangkaian bunga atau kambang barentengnya pun disukai dan banyak dibeli oleh para bangsawan.
Karena disukai kaum bangsawan, kambang barenteng kemudian kerap dipakai dalam berbagai upacara hingga menjadi sebuah budaya dan lantas ditiru oleh rakyat zaman kerajaan banjar.
Nini Randa diceritakan hidup dihutan itu dan membentuk keluarga hingga memiliki keturunan. Dia kemudian mengajarkan keahlian merangkai bunga kepara keturunannya.
Hingga sekarang, para perajin kambang barenteng yang diyakini adalah para keturunan Nini Randa tetap melestarikan kebudayaan ini.
Sepeninggalnya, ada sepenggal cerita mistis yang juga berkembang di kalangan perajin kambang barenteng di Desa Bincau.
Diwaktu-waktu tertentu, arwah Nini Randa datang dan menampakkan diri. Biasanya mereka yang mencium wangi bunga ketika senja atau magrib pertanda didatangi arwah Nini Randa, katanya wujudnya seperti nenek bungkuk, tapi tidak pernah mengganggu, mungkin hanya menjenguk anak cucu keturunannya.