Di Kalimanta Tengah terdapat sebauh hutan rimba bernama hutan adat ulin. Hutan ini punya mitos kutukan bagi siapa saja yang menebang pohonnya.
Lokasi hutan adat ulin berada di Mungku Baru, Rakumpit, Kalimantan Tengah. Sekitar 1 jam lebih naik mobil, dari Kota Palangkaraya sebagai ibukota Provinsi Kalimantan Tengah.
Baca Juga: Danau Tahai di Kalteng, Danau yang Menarik Dikunjungi, ini Keunikannya
Hutan adat ulin masyarakat Mungku Baru terletak menyeberang Kabupaten Gunung Mas. Luas hutan ini 500 hektare, terdiri dari 400 hektare hutan inti dan 100 hektare hutan penyangga.
Seorang warga di Kelurahan Mungku Baru, Rakumpit, Kalimantan Tengah bernama Edo, menceritakan kutukan di hutan adat ulin yang dituturkan dari mulut ke mulut, dari generasi ke generasi. Sebagai orang Dayak Ngaju di Mungku Baru, Edo hafal betul tentang itu.
"Barang siapa yang menebang pohon ini, maka mereka akan kena musibah, atau hal yang buruk akan menimpa keluarganya," ujarnya.
Kutukan itu membuat pohon yang ditebang orang ditinggal begitu saja sampai lumutan. Orang-orang tak mau mengambilnya karena takut kena tulah.
Meski dicap mitos, masyarakat setempat berpegang teguh dengannya. Maka jangan heran, kalau hutan adat ulin masih terasa sangat liar. Pepohonan ulin menjulang tinggi, ditambah beberapa pohon yang sudah jatuh dan berlumut, membuat kamu yang datang ke sana benar-benar menikmati petualangan!
Pohon ulin (Eusideroxylon zwageri) memang termasuk jenis yang di ambang jurang kepunahan. Pohon besi atau pohon tabalien, menurut penamaan masyarakat setempat, punya aneka kegunaan. Keistimewaan kayu ulin adalah keras, tahan lama, dan tahan rayap. Keistimewaan ini juga yang membuat ulin diburu hingga situasi menjadi gawat darurat.
Baca Juga: Kementan Terus Galakkan Program Asuransi Pertanian untuk Kurangi Gagal Panen
"Masyarakat Mungku Baru menjaga kelestarian hutan. Ulin tetap aman," kata Edo, yang juga salah satu pengelola hutan adat ulin Mungku Baru.
Sayang, beberapa pihak justru mengancam kelestarian hutan adat ulin. Semoga pemerintah dan masyarakat setempat tetap menjaga kelestariannya. Bukan gara-gara mitos kutukan, tapi jangan sampai 'paru-paru' Kalimantan terkikis.