Malam Nujuhlikur, Tradisi Unik Suku Rejang di Bengkulu Dilakukan 3 Hari Menjelang Lebaran

Malam Nujuhlikur, Tradisi Unik Suku Rejang di Bengkulu Dilakukan 3 Hari Menjelang Lebaran

Ekel Suranta Sembiring
2020-05-08 19:37:06
Malam Nujuhlikur, Tradisi Unik Suku Rejang di Bengkulu  Dilakukan 3 Hari Menjelang Lebaran
Tradisi Nujuhlikur (foto: Travel Kompas)

Bengkulu merupakan salah satu provinsi yang berada di Pulau Sumatera, Indonesia. Provinsi Bengkulu merupakan provinsi ke-26 di Indonesia dengan ibu kotanya yaitu Kota Bengkulu. 

Provinsi Bengkulu yang dijuluki sebagai bumi Raflesia ini didiami dari berbagai suku bangsa, di antaranya suku Melayu, Rejang, Serawai, Lembak, Bugis, Minang, Batak dan lain-lain.

Setiap daerah di Provinsi Bengkulu, mempunyai berbagai tradisi khas masing-masing, mulai dari pakaian, makanan, tarian, dan masih banyak lagi. Salah satu tradisinya ialah Malam Nujuhlikur, yang merupakan tradisi dari masyarakat suku Rejang di Kabupaten Bengkulu Utara.

Mayoritas penduduk di desa Pasar Kerkap, Bengkulu Utara berasal dari suku Rejang, dan sisanya adalah pendatang. Namun, masyarakat pendatang di desa ini masih sangat menghargai tradisi asli suku rejang, dan tetap ikut merayakan tradisi ini bersama.

Dalam bahasa Bengkulu, nujuhlikur berarti dua puluh tujuh, malam nujuhlikur artinya malam ke dua puluh tujuh. Kegiatan ini biasa dilakukan pada puasa ke-27 atau tiga hari lagi menjelang lebaran di halaman rumah atau di pinggir jalan raya. 

Nujuh likur itu sendiri ialah kegiatan membakar tempurung kelapa (tunam) yang telah disusun di sepancang kayu hingga tinggi menjulang ke langit. Makna dari kegiatan ini adalah sebagai rasa syukur karena bertemu dengan bulan ramadan dan menyambut idhul fitri.

Tempurung kelapa biasanya dikumpulkan pada jauh-jauh hari sebelum malam nujuh likur, karena harus dikeringkan agar mudah terbakar dan di lobangi tengahnya agar mudah disusun. Setelah itu, tonggak kayu yang kira-kira sebesar lengan dengan panjang sekitar 1-2 meter akan dipilih untuk meletakkan tempurung kelapa. 

Tonggak kayu itu akan ditancapkan ke tanah, kemudian satu persatu tempurung yang sudah dilubangi akan ditumpuk di kayu tersebut. Mulai dari anak-anak hingga orang tua sangat menunggu moment seperti ini karena akan ada kerjasama dan kekompakan masyarakat ketika bersama-sama menghidupkan tunam.

Pada permukaan tempurung yang paling atas akan disiram minyak tanah untuk mempermudah proses pembakaran. Tunam yang akan dibakar ini jumlahnya tak hanya satu. Jumlahnya bisa semakin banyak, tergantung dari tempurung kelapa yang berhasil dikumpulkan.

Mulai dari pagi, masyarakat sudah mulai menyusun tunam di halaman rumah, ketika sudah berbuka puasa maka tunam siap dinyalakan. Biasanya sebelum sholat tarawih, seluruh tunam sudah dihidupkan. Sepanjang jalanan desa akan diterangi oleh kibaran api dari bakaran tunam tersebut.

Nah, itu tradisi dari Bengkulu Utara. Tradisi di Daerah Kamu boleh diceritakan di kolom komentar ya!


Share :

HEADLINE  

Kaesang Optimis PSI Tembus Senayan Minta Kader Kawal Real Count

 by Andrico Rafly Fadjarianto

February 17, 2024 09:44:02


Hasil Real Count KPU Sulawesi Tengah: Suara PSI Tembus 4,17%

 by Andrico Rafly Fadjarianto

February 16, 2024 21:11:41


Pemuka Agama Himbau Semua Terima Hasil Pemilu, Saatnya Rekonsiliasi

 by Andrico Rafly Fadjarianto

February 16, 2024 13:44:30