Puasa dalam tradisi Jawa begitu lekat kaitannya dengan pengendalian diri dalam kehidupan sehari-hari. Ada beberapa jenis puasa yang dijalani orang Jawa. Diantara puasa yang dilakukan oleh orang Jawa adalah puasa mutih, ngebleng, ngrowot, ngidang.
Bagi orang Jawa puasa merupakan tindakan untuk menyadari dan membatasi apa saja yang masuk ke dalam diri dan keluar dari dalam diri manusia. Puasa atau tirakat menjadi sarana untuk memperbaiki kualitas hidup seseorang. Dasar dari laku puasa adalah adanya kesadaran bahwa manusia adalah tempatnya salah.
Untuk itu, agar hidup dijalani dengan penuh kesadaran dan kewaspadaan diri dilatih untuk bersikap rendah hati. Namun, untuk eling lan waspada dan memiliki kerendahatian bukan soal mudah, terutama ketika kita larut dalam kehidupan keseharian. Kita perlu melatihnya. Salah satu caranya dengan puasa.
Puasa bagi orang Jawa merupakan cara untuk mengambil jarak dengan kehidupan sehari-hari. Manusia perlu mengambil jarak dari kehidupan sehari-hari untuk menemukan dirinya. Menjaga jarak merupakan cara agar manusia menjadi sadar karena larutnya kita dalam keseharian hidup mengeruhkan kesadaran.
Dalam arti ini, puasa bagi orang Jawa bukan hanya menahan haus dan lapar, tapi lebih dari itu merupakan sarana agar diri manusia tidak terbelenggu dalam dunia keseharian, senantiasa mengingat sangkan paraning dumadi dan apa yang menjadi tujuan kita hidup di dunia ini.
Dengan mengambil jarak dari kehidupan sehari-hari, manusia mampu melihat secara jernih hidupnya, mengevaluasinya, dan memberi makna padanya. Karena, seperti kata Sokrates, “Hidup yang tidak dievaluasi, tidak layak untuk dihidupi.”
Puasa bagi orang Jawa juga merupakan upaya untuk mengendalikan hawa nafsu. Kesadaran manusia dapat dikacaukan oleh hawa nafsu. Oleh sebab itu, manusia membutuhkan sesuatu yang mampu memperlemah hawa nafsunya. Itu sebabnya, puasa juga disebut sebagai upaya untuk belajar mati yang berarti “mematikan” hawa nafsu yang ada dalam diri manusia sebagai cara untuk mengendalikannya.
Puasa yang kita jalankan dengan sepenuh hati akan membuat diri lebih berdaya untuk mengendalikan hawa nafsu kita. Mengekang hawa nafsu bukan berarti kita sudah tidak lagi memiliki nafsu-nafsu itu karena kita membutuhkannya dalam kehidupan kita di dunia ini. Namun, kita tidak lagi terikat padanya.