Pada Maret 2017, Presiden Joko Widodo meresmikan Tugu Titik Nol Peradaban Islam Nusantara di Barus, Tapanuli Tengah, Sumatera Utara. Konon, dulu Barus, yang terbentang dari Kecamatan Barus hingga sebagian wilayah Aceh, merupakan salah satu titik awal penyebaran Islam di Indonesia. Suatu pendapat yang masih jadi silang pendapat di antara sejarawan.
Sehari sebelum memasuki bulan ramadan, masyarakat Barus yang beragama muslim akan menjalankan tradisi Balimo-limo. Ratusan bahkan ribuan masyarakat memadati atau berkunjung ke sungai-sungai yang terdapat di Tapanuli Tengah untuk melakukan tradisi balimo-limo atau mandi berpangir.
Masyarakat berbondong-bondong dengan gembira bersama keluarga, kerabat dan juga sahabat mandi di sungai mempergunakan 'Air Limo' sebagai simbol pembersihan diri.
Warga setempat tradisi tradisi balimo-limo untuk menyambut bulan suci ramadan. Bahkan dikatakannya, tradisi ini sudah sangat dikenal akrab bagi warga pesisir pantai barat ini terkhusus bagi masyarakat muslim.
Balimo-limo yang diartikan sebagai kata limau (rempah-rempah) sudah menjadi tradisi bagi kalangan masyarakat sibolga - tapteng yang mendarah daging.
Bukan hanya tradisi balimo-limo saja yang dijalankan warga titik nol Islam ini dalam menyambut bulan suci ramadan, bahkan warga disana juga menjalankan tradisi mamogang.
Tradisi tersebut dilaksanakan warga Barus, dua hari memasuki Bulan Suci Ramadhan di pinggiran Sungai Aek Sirahar di Desa Kampung Mudik.
Ratusan warga menghadiri acara memagong yang dimulai sejak subuh. Tradisi ini sudah dilaksanakan sejak turun temurun sejak zaman nenek moyangnya.
Acara mamogang ini, sedikitnya 20 ekor kerbau disembelih. Dagingnya habis terjual seharga Rp150 ribu per kilogram.
Di lokasi yang sama, ada juga para ibu-ibu membuka lapak menjual bumbu dapur lengkap. Selain itu, beranekaragam dedaunan beraroma harum (Limau) yang laris manis terjual.
Di lokasi mamogang, suasana kekeluargaan satu dengan yang lainnya terlihat akrab. Tidak saja kaum muslimin yang hadir di acara ini. Tetapi juga yang menganut agama lain. Mereka berbaur, saling sapa, bergembira ria, dan bersilaturrahim.
Sehingga terlihat dengan jelas situasi tersebut membawa dampak positif bagi kerukunan umat beragama di kota tua Barus cukup kompak. Rasa persaudaraan dan keakraban membuat suasana mamogang lebih bermakna.