Terasa Sepi dan Sunyi, Ramadhan di Tengah Wabah Covid-19 di AS

Terasa Sepi dan Sunyi, Ramadhan di Tengah Wabah Covid-19 di AS

Yuli Nopiyanti
2020-04-28 09:45:00
Terasa Sepi dan Sunyi, Ramadhan di Tengah Wabah Covid-19 di AS
Ilustrai Puasa Ramadan 1441 H (Foto:Dok.Istimewa)

Bagi umat muslim Ramadhan adalah bulan suci bagi umat Islam di seluruh dunia. Selama satu bulan mereka menyambut bulan penuh berkah ini dengan berpuasa dan meningkatkan ibadah.


Namun tidak hanya bulan yang penuh kemuliaan ibadah, Ramadhan juga identik dengan aktivitas sosial antar umat muslim. Kegiatan buka bersama dan shalat tarawih berjamaah adalah kegiatan yang sudah menjadi tradisi tahunan.


Namun, tradisi itu tidak bisa lagi dilakukan seperti biasanya di tahun ini. Ramadhan di tahun 2020 hadir ketika dunia tengah dilanda pandemi virus corona penyebab Covid-19.


Banyak negara menerima dampak hebat dari virus corona. Berdasarkan data dari Worldometers 25 April 2020 saat ini total kasus virus corona sudah mencapai lebih dari 2,8 juta kasus di seluruh dunia.


Dampak hebat dari penyebaran virus corona memaksa banyak negara untuk memberlakukan kebijakan lockdown.


Terasa sepi

Melansir The Guardian 23 April 2020 Ramadhan tahun ini menjadi terasa semakin sepi bagi umat muslim yang merupakan kelompok minoritas di AS.


Seperti yang dirasakan oleh Shaista Shiraz, perempuan berusia 34 tahun yang kini tinggal di Westchester county, sebelah utara Manhattan.


Shiraz meninggalkan kampung halamannya di Atlanta, Georgia lima tahun yang lalu, setelah ia bercerai dengan mantan suaminya. Dia kemudian memutuskan untuk tinggal New York, satu-satunya tempat di mana ia memiliki keluarga untuk tinggal.


Karena hidup berpindah-pindah dan sibuk membesarkan dua anaknya, Shiraz akhirnya tidak memiliki banyak teman. Bahkan dalam kondisi normal, Ramadhan sudah terasa sepi dan kini rasa sepi itu makin diperparah dengan Covid-19.


Masjid yang biasa menggelar acara buka bersama dan shalat tarawih berjamaah, kini ditutup sesuai dengan aturan lockdown. Hal ini membuat komunitas muslim tidak bisa merayakan Ramadhan dalam kebersamaan, seperti tahun-tahun sebelumnya.


Dirasakan oleh banyak orang

Islamic Center (IC) di New York University, salah satu tempat paling populer untuk shalat dan buka puasa setiap hari, biasanya melayani sekitar 10.000 Muslim di seluruh kota.


Imam Khalid Latif, anggota penasihat IC, memperkirakan bahwa sekitar 1.000 orang biasanya menghadiri buka puasa gratis setiap hari.


"Kesepian jelas telah melanda banyak orang yang saya kenal dan banyak Muslim yang saya kenal juga. Terutama mereka yang tidak bisa kembali ke keluarga mereka, tetapi tinggal sendirian di kota ini," kata Latif.


Mariam Bahawdory, penemu aplikasi kencan Muslim Eshq, memiliki acara yang direncanakan untuk Ramadhan namun kini terpaksa dibatalkan.


"Kota New York dipenuhi dengan pelajar dari seluruh negeri dan orang-orang yang pindah ke sini untuk bekerja. Banyak umat Muslim yang menantikan Ramadhan untuk acara-acara (sosial) seperti ini," kata Bahawdory.


Alih-alih menggelar buka puasa bersama di kampus perguruan tinggi, rumah sukarelawan atau tempat yang lebih besar, Bahawdory telah beralih ke pertemuan online di Zoom.


"Saya tahu itu tidak akan sama. Tapi kita masih terhubung, kita masih di sini, dan kita akan merayakan Ramadhan bersama-sama," kata Bahawdory.


Ramadhan selalu membawa harapan

Saat ini Shiraz memang masih belum bisa menerima perayaan Ramadhan secara virtual. Dia membayangkan betapa bahagianya dirinya jika dia bisa berbuka puasa atau beribadah secara langsung.


Share :

HEADLINE  

Kaesang Optimis PSI Tembus Senayan Minta Kader Kawal Real Count

 by Andrico Rafly Fadjarianto

February 17, 2024 09:44:02


Hasil Real Count KPU Sulawesi Tengah: Suara PSI Tembus 4,17%

 by Andrico Rafly Fadjarianto

February 16, 2024 21:11:41


Pemuka Agama Himbau Semua Terima Hasil Pemilu, Saatnya Rekonsiliasi

 by Andrico Rafly Fadjarianto

February 16, 2024 13:44:30