Keberadaan anggota ormas Pemuda Pancasila (PP) di lahan-lahan parkir di berbagai sudut Kota Medan dan berbagai kota besar lainnya sudah cukup jamak terlihat. Ormas yang mengklaim dirinya sebagai kelompok nasionalis ini berkata bahwa tugas menjaga parkir merupakan salah satu bentuk pemberdayaan anggota.
Begitu pula di pusat-pusat pasar tradisional keberadaan anggota ormas ini juga kerap kita saksikan. Berbagai pendangan beragampun muncul atas keberadaan mereka. Terlepas berbagai pendangan berbeda tersebut menjadikan ormas Pemuda Pancasila (PP) kerap menjadi buah bibir di tengah-tengah masyarakat.
Lalu, bagaimna sebenarnya sejarah munculnya ormas Pemuda Pancasila (PP) muncul di Kota Medan, Kota yang kerap dianggap penuh dengan kehidupan keras oleh masyarakat Indonesia?
Sekitar tahun 1950-an banyak tumbuh geng-geng remaja berdasarkan latar belakang budaya dan lingkungan. Pengaruh film dan buku-buku “cowboy” yang membanjiri bioskop dan toko buku di kota Medan termasuk satu sumber tumbuhnya jiwa ketangkasan dan kemandirian.
Tidak mengherankan banyak berita terdengar adanya perkelahian antar geng atau kelompok pemuda yang bebas dan mandiri dalam julukan preman Medan. Beberapa tokoh pemuda yang memiliki karisma dan watak pemimpin muncul dalam pergolakan pemuda di daerah Sumatra utara. Salah satunya adalah tokoh M.Y. Efendi Nasution yang memiliki pergaulan akrab “dengan para preman” tersebut.
Beberapa tokoh militer yang populer ketika itu seperti Kapten R.M. Soekardi dan Kapten CPM Hasanuddin bertemu dengan M.Y. Efendi Nasution yang sering di sapa Pendi Keling, untuk mengumpulkan kelompok preman yang meresahkan itu dan membentuk sebuah wadah yang diberi nama P2KM (Persatuaan Pemuda Kota Medan) pada awal tahun 1958 dengan tujuan menyatukan dan membina para pemuda.
Pada tahun 1960 seorang pemuda bernama Rachmadsyah (pengusaha dan sekarang adalah anggota DPR di Sumut) utusan dari Kerani Bukit (ketua partai IPKI Sumut) datang menjumpai Ketua P2KM, M.Y. Efendi. Maksud tujuan dari Rachmadsyah adalah untuk membentuk Pemuda Pancasila di Kota Medan. Selesai membicarakan rencana membentuk organisasi Pemuda Pancasila, maka M.Y. Efendi Nasution selaku Ketua P2KM mengajak tokoh-tokoh pemuda untuk membentuk Pemuda Pancasila di Medan.
Pada bulan Agustus 1961 di gedung Selecta Jalan Listrik Medan, Ketua IPKI (Kerani Bukit) melantik dan meresmikan Pemuda Pancasila kota Medan dengan direstui dan disaksikan H.A. Aziz mewakili Gubernur Sumut dan Mayor Hamid dari Koanda Sumatra utara. Ketika itu jumlah anggota Pemuda Pancasila kota Medan sebanyak 40 orang dengan tugas pokok menjaga NKRI, mengawal dan mengamankan Pancasila daan UUD 45 dari rongrongan PKI serta kroni-kroninya.
Panasnya suasana antar partai politik khususnya partai-partai anti Komunis membawa dampak kepada organisasi kepemudaan, terutama Pemuda Pancasila. Di Medan Pemuda Pancasila mendapat tekanan dari PKI berserta organisasi pemudanya yaitu Pemuda Rakyat. Maka bentrokan fisik pun sering terjadi. Walau bentrokan tak seimbang dalam jumlah massa, namun karena mental jalanan yang telah terbentuk pada kader-kader PP Medan tak membuat mereka mundur.
Salah satu pinisepuh Pemuda Pancasila kota Medan sempat mengenang kejadian saat upacara sumpah pemuda yang diadakan secara rutin oleh pemerintah. Saat itu semua organisasi kepemudaan hadir untuk memperingati hari sumpah pemuda, termasuk Pemuda Rakyat, dari PKI. Diantara barisan organisasi kepemudaan, Pemuda Rakyat lah yang memiliki anggota yang paling banyak.
Pada saat baris berbaris, kelompok Pemuda Rakyat memprovokasi dengan olokan-olokan kepada para kader Pemuda Pancasila sembari menantang namun hal itu tidak digubris, tapi saat Pemuda Rakyat memperolok-olok dasar Negara pancasila, tampa dikomando, para kader PP langsung menyerbu barisan Pemuda Rakyat.
Walau kalah jumlah, nyali para kader PP tidak surut. Motto “Sekali layar terkembang surut kita berpantang” menjadi motor semangat para kader. Pepatah melayu tersebut merupakan kalimat sakti untuk membangkitkan semangat juang para kader Pemuda Pancasila kota Medan. Bagi orang melayu pepatah tersebut memiliki makna yang sangat mendalam, hingga jika mundur dalam perjuangan tidak hanya malu pada rekan-rekan dan pimpinan, tapi juga mempermalukan harga diri dan keluarganya.
Keberanian dan kegagahan Pemuda Pancasila dalam melawan PKI menjadi panutan dan mendapat perhatian dari pemuda-pemuda kota Medan dan sekitarnya oleh karenanya, dalam masa satu tahun personil anggota Pemuda Pancasila di Sumut telah mencapai ribuan orang.
Namun saat itu garis koordinasi IPKI dan PP agak rancu, karena dalam waktu dan daerah yang sama terjadi 2 pelantikan PP secara bersamaan. Satunya dilantik oleh IPKI sedang satunya dilantik PP kota Medan. Adapun fungsionaris saat itu terdiri atas M.Y. Efendi Nasution, Rosiman, Yan Paruhun Lubis, Amran YS, Das Tagor Lubis, M, Saat Gurning Razali, Yansen Hasibuan, Amril YS, dan lain-lain.
Bentrokan Pemuda Pancasila dengan Pemuda Rakyat semakin sering terjadi di Sumatra Utara. Sebuah surat kabar Api Pancasila (Harian Medan Pos) milik salah satu kader Pemuda Pancasila (H. Ibrahim Sinik/tokoh eksponen 66) diserbu dan dibakar oleh Pemuda Rakyat, karena pemberitaannya sering menyudutkan PKI. Peristiwa ini semakin menyulut kemarahan kader Pemuda Pancasila yang lain, sehingga bentrokan menjadi luas ke kota-kota yang ada di Sumatra Utara.
Setelah peristiwa G30S PKI, suasana di Indonesia menjadi mencekam. Perlawanan terhadap PKI terjadi dimana-mana. Para mahasiswa, pelajar, ormas-ormas Islam dan keagamaan lainnya, serta partai anti komunis bersama rakyat menuntut agar PKI dibubarkan. Begitu pula dengan di Sumatera Utara, suasana sangat mencekam. Dalam buku”Memenuhi Panggilan Tugas” oleh Jenderal DR. A.H Nasution (Jilid 6) disebutkan di Sumut PKI cukup kuat, ternyata sejumlah pejabat terlibat.
Di Sumut Pemuda Pancasila berada di barisan paling depan dalam memimpin aksi menuntut PKI dibubarkan. Bapak Effendi Nasution turut memimpin langsung dalam komando penggayangan G30 S di Sumut. Peristiwa yang paling terkenal adalah peristiwa Kampung Kolam, pada tanggal 25 Oktober 1965.
Sebuah peristiwa penumpasan di basis PKI dimana 2 orang kader Pemuda Pancasila gugur. Untuk mengenang peristiwa itu, dibangun sebuah tugu yang diperhatikan tugu tersebut mirip dengan lambang partai IPKI. Dan disana tertulis “Tugu Pahlawan Ampera, Pada tanggal 25 Oktober 1965, Dalam penumpasan G 30 S/PKI, gugur di tempat/parit ini dua orang anggota Pemuda Pancasila : M. Kacop (PP) dan Drs. Adlin Prawiranegara (PP/HMI). Pengorbananmu tetap kami kenang dan hayati. Pergilah engkau dengan setenang-tenangnya , kami teruskan perjuanganmu. Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai pahlawannya,”.
Dalam aksi penumpasan PKI dan aksi-aksi demo yang dilakukan PP di Sumut menyebabkan, bapak Effendi Nasution dipanggil menghadap Presiden Soekarno di Istana Merdeka Jakarta. Dalam peristiwa demo tahun 1965 di Sumut, ada jatuh korban orang-orang keturunan etnis tertentu. “Kamu rasialis Effendi?” ujar bung Karno. “Tidak pak, anggota saya ada orang India, Tionghoa, Arab dan lain-lain, jawab Effendi Nasution. Bung Karno memperingatkan agar hal seperti itu tidak terulang kembali lagi.
Setelah penumpasan pemberontakan G 30 S PKI, Pemuda Pancasila menyelenggarakan Mubes I dan M. Y Effendi Nasution terpilih sebagai Ketua Umum dan Sekjen di jabat oleh Drs. Nur Achari. Beberapa tokoh mengatakan tahun 65 dan 66 adalah babak awal dari pemuda pancasila, karena IPKI memberi kemandirian dan wewenang penuh PP dalam menjalankan roda roda keorganisasiannya. Ditangan bapak M.Y Effendi Nasution, Pemuda Pancasila berkembang pesat dan disegani terutama di Sumatra Utara.
Pemuda Pancasila saat itu lebih dikenal oleh masyarakat sebagai organisasi yang bersifat daerah, karena hanya aktif di Kota Medan dan Sumut saja, padahal Pemuda Pancasila adalah organisasi yang bersifat nasional. Untuk itu sebagai organisasi yang bersifat nasional maka PP mencoba untuk mengaktif PP yang telah dibentuk dibeberapa wilayah diseluruh Indonesia dengan memindahkan kesetariatan pusat di Jakarta, hal diagendakan pada pertemuan di Mubes II.
Pada Mubes II, 1972 PP memilih Ketua Umum yang baru yakni M.L Tobing namun dalam massa ini PP di Indonesia, khususnya untuk wilayah pusat yaitu Jakarta masih mengalami kevakuman dan tidak seperti di Sumatra Utara yang terus berkembang disetiap kota-kotanya, pernyataan ini ditulis oleh Bosuputra Tobing (1996).
Untuk dapat mengembangkan organisasi Pemuda Pancasila keseluruh Indonesia, dibutuhkan seorang pemimpin yang memiliki kharisma dan pengaruh yang besar, disamping berintelektual tinggi cerdas dan tegas, sehingga dapat membawa organisasi ke tingkat nasional.
Hingga pada akhirnya Pemuda Pancasila menemukan sosok yang sesuai dengan kriteria tersebut. Yaitu seorang pemuda bernama Yapto yang memiliki nama besar dan disegani di Jakarta terutama dikawasan Senen. Bakat memimpin dan kharisma telah terbentuk diusia mudanya, ketika dia memimpin sebuah genk anak siliwangi yang mayoritas terdiri dari putra putra dari perwira menengah dan tinggi TNI AD. Bung Yapto merupakan putra dari seorang jendral sehingga ketegasan dan kedisiplin telah melekat dalam dirinya.
Beberapa tokoh PP Medan menyebutkan bahwa bung Yapto saat itu berteman dengan pemuda-pemuda perantauan asal Medan yang bermukim di kawasan Senen dan memperkenalkan organisasi Pemuda Pancasila kepada bung Yapto.
Pada Mubes Pemuda Pancasila III di cibubur tahun 1981, Bung Yapto terpilih menjadi ketua umum Pemuda Pancasila. Dibawah kepemimpinan Yapto istilah 3 O menjadi popular, yaitu Otot, Omong, Otak. Istilah 3 O itu sendiri telah ada sekitar tahun 70’ an dikota Medan, namun dibawah kepemimpinan bapak Yapto, 3 resep itu dijalankan secara baik dan sempurna, sehingga Pemuda Pancasila berkembang dengan pesat di seluruh Indonesia dan tidak hanya mengandalkan kekuatan akan tapi juga pemikiran. Tiga resep popular yang dinamakan tiga O maksudnya bahwa organisasi Pemuda Pancasila membutuhkan anggota yang kuat dan berani mengandalkan fisik, pandai dan berani berbicara di forum-forum resmi dan memiliki pemikiran yang cerdas dan cerdik.
Di bawah kepemimpinan bapak Yapto Pemuda Pancasila menjadi organisasi nasional yang lebih intelektual, professional dan memasyarakat, dimana telah terbentuk Lembaga-lembaga yang dapat menyentuh ke masyarakat secara langsung, diantaranya Lembaga Hukum (LPPH), Lembaga Bela Negara (Koti Mahatidana), Lembaga perempuan (Srikandi) Lembaga Pelajar dan Mahasiswa (Sapma) dan lainnya.