Masyarakat Karo yang terkenal sebagai petani dimana, daerah Kabupaten Karo juga dikenal sebagai sentra buah-buahan dan sayur di Sumatera Utara, ternyata memiliki sejarah yang telah berlangsung sejak kurang lebih 100 tahun belakangan. Keuletan masyarakat Karo sejak dulu dicatat oleh Prof Karl J Pelzer dalam bukunya “Petani dan Majikan”.
Dalam buku tersebut diterangkan bahwa pedagang Inggris di Penang penasaran melihat begitu banyak lada asal Sumatera Timur yang diperdagangkan dikota tersebut.
Dalam statistik impor Penang tahun 1814 tercatat lada Sumatra Timur yang masuk sebanyak “3000 pikul”. Jumlah ini meningkat tajam menjadi sebanyak 30.000 pikul pada tahun 1822. Lada ketika itu merupakan komoditi primadona karena diminati masyarakat dunia. Tidak aneh kalau kemudian lada asal Sumatera Timur semakin mendunia. Pada tahun-tahun berikutnya peningkatannya menjadi lebih signifikan.
Tergiur oleh besarnya jumlah lada Sumatera tersebut, Inggris berencana untuk mendirikan Kantor-Kantor Perwakilan Dagang di daerah pantai Timur Sumatera. Apalagi kegiatan perdagangan antara kedua negeri semakin ramai. Untuk rencana itu Asosiasi Pedagang Inggris di Penang mengutus seorang stafnya John Anderson ke daerah tersebut Januari 1823, untuk menjajaki segala sesuatu yang berkaitan dengan perwakilan itu seperti potensi lada yang sebenarnya, jumlah ekspor, jumlah penduduk, watak anak negeri, penguasa yang berwenang , navigasi dan keadaan pelabuhan.
Begitu tiba di Deli, Anderson segera menelusuri sungai-sungai dengan perahu. Ternyata lada yang diperjual belikan di pasar Penang, sebagian besar bersumber dari ladang-ladang orang Karo yang terhampar di sepanjang sungai-sungai di Tanah Deli, Serdang dan Langkat.
John Anderson kata Prof Pelzer memuji petani Karo sebagai petani “rajin dan ulet”. Dengan peralatan sederhana seperti babat, parang dan cangkul, para petani Karo mampu membuka semak belukar yang ganas menjadi ladang-ladang lada. Mereka mengerjakan lahan bersama anak dan bini, tidak memakai buruh.
Mereka juga membuka lahan untuk padi tegalan atau sawah tadah hujan. Khusus untuk ladang padi, mereka bekerja gotong royong bersama kerabat. Dengan sistem bertani seperti itu ternyata produksi lada Karo mampu mendominasi pasar lada terbesar di Asia Tenggara awal abad 19 itu.
Prof Karl J Pelzer, ahli Asia Tenggara pada Departemen Pertanian AS selanjutnya menulis, Anderson menyatakan para penghulu Karo “berpikir tajam”. Orang Karo tidak saja bertani, tetapi juga memasarkannya langsung ke Penang, dengan mengadakan armada sendiri.
Mereka yang tadinya hidup di daratan ternyata juga mampu meramaikan pelayaran di Selat Malaka. Tak kurang dari 200 unit tongkang milik orang Karo, sebagai transportasi Sumatera Timur-Penang. Kapal-kapal tersebut membawa hasil pertanian ke Penang dan sebaliknya membawa barang impor termasuk senjata.
“Orang Karo telah memainkan peranan penting “dalam industri lada” di Sumatera Timur abad 18 dan awal abad 19,” kata Karl J Pelzer .
Keuletan petani Karo tidak hanya di masa silam. Sekarangpun pujian terhadap keuletan petani Karo sering datang dari para peneliti, Petugas Lapangan, mahasiswa praktek (PKL/KKN) dan wartawan yang sering menulisnya di media. Petani Karo sering berkata, masalahnya bukan dalam berproduksi tetapi dalam pemasaran dan harga. Bila pasar bagus, kami bisa meningkatkan produksi melebihi teori ahli.
Ketika jeruk Pontianak surut dari pasar-pasar Jakarta, petani di Tanah Karo segera memperluas kebon kebon jeruk mereka, untuk mengisi kekosongan pasar. Daerah di sekitar Berastagi, Barusjahe, Barongkersap, Surbakti dan pedesaan di sekitar kaki Gunung Sinabung segera berubah menjadi ladang ladang jeruk rakyat Jeruk Karo yang lebih dikenal dengan jeruk Berastagi atau jeruk Medan, segera memenuhi pasar Induk Jakarta yang menyebar ke pasar-pasar tradisional dan swalayan Jabodetabek, Bandung dan kota-kota di sepanjang Sumatera.
Komoditi jeruk telah mampu meningkatkan kesejahteraan petani yang signifikan, ditandai banyaknya mobil jip parkir di huma-huma atau di rumah-rumah petani. Sebagian mereka bermobil untuk pergi ke ladang.
Hanya saja sekarang jeruk Karo tersaing oleh jeruk luar negeri yang unggul dalam teknologi. Harga yang tak menentu, jalan lintas Sumatera yang lebih sering rusak parah, serta pungli-pungli membuat daya saing jeruk Karo lemah.