Virus corona sudah menyebar ke berbagai daerah di Indonesia bahkan tak hanya itu saja, berbagai upaya pemerintah untuk mencegah penyebaran virus corona juga telah di lakukan.
Bahkan Pemerintah kini resmi melarang warga mudik Lebaran ke kampung halaman demi mencegah pandemi virus corona (covid-19). Larangan berlaku mulai 24 April 2020. Larangan berlaku untuk warga Jabodetabek, wilayah yang menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), dan wilayah yang menjadi zona merah covid-19.
Namun tak hanya itu saja bahkan meski belum mengumumkan aturan terperinci soal larangan mudik ini, pemerintah tengah menyiapkan sejumlah aturan teknis dan sanksi yang akan mulai efektif pada 7 Mei mendatang.
Peneliti Pusat Penelitian Kependudukan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Rusli Cahyadi menilai pelarangan mudik ini tak akan berjalan efektif jika tak dibarengi dengan aturan yang diterapkan di lapangan. Salah satunya, pembatasan akses transportasi umum warga yang akan mudik ke kampung halaman.
Tak hanya itu saja bahkan dari hasil riset LIPI, arus mudik bisanya terjadi mulai H-2 minggu lebaran. Sedangkan arus balik umumnya H+1 minggu. Jika dalam rentang waktu tersebut pemerintah mampu menutup akses transportasi, Rusli yakin jumlah warga yang akan mudik bisa ditekan.
"Bisa dengan menutup semua terminal-terminal, penerbangan untuk ke daerah yang berkaitan dengan larangan mudik. Dari penelitian kami, yang paling besar warga mudik itu menggunakan penerbangan dan mobil pribadi, jadi cukup efektif jika akses itu ditutup," ujar Rusli saat dihubungi Wartawan, Selasa 21 April 2020.
Bahkan sanksinya berupa denda hingga Rp100 juta dan pidana penjara satu tahun. Jumlah denda yang terlalu besar dianggap Rusli akan sulit diterapkan dan akan menjadi ancaman semata bagi pelanggar PSBB.
"Jumlah denda itu enggak realistis, orang menganggap itu tidak serius. Akhirnya enggak berjalan juga kan di lapangan, toh masih banyak yang beraktivitas di luar meski sudah ada PSBB," katanya.
Rusli menuturkan, pelarangan mudik itu juga bisa didukung kebijakan dari daerah yang telah mulai menerapkan pembatasan dan larangan orang yang bukan warga untuk masuk.
"Harus diimbangi dengan peraturan lain, misal aturan lokal dari masyarakat. Itu komplemen untuk kebijakan yang diambil pemerintah pusat," katanya.
Bahkan tak hanya itu saja paslanya Pemerintah diketahui menjanjikan bantuan sosial berupa sembako dan uang tunai pada warga yang tidak mudik ke kampung halaman.
"Penerapan policy di Indonesia itu enggak pernah benar-benar efektif, ada hambatan, karena jumlah penduduk besar dan sistem desentralisasi di daerah. Maka perlu koordinasi dengan daerah dan partisipasi masyarakat dalam kondisi saat ini," ujar Rusli.
Namun tak hanya itu saja bahkan menurut ahli kebijakan publik Universitas Padjajaran, Yogi Suprayogi Sugandi mengatakan larangan mudik itu semestinya diterbitkan bersamaan sejak awal penerapan PSBB di sejumlah wilayah.
Ia juga menjelaskan bahwa aturan PSBB seharusnya tak hanya menjelaskan kewenangan teknis Kementerian Kesehatan yang diatur melalui Permenkes, namun juga ketentuan transportasi yang diatur oleh Kementerian perhubungan.
"Harus diiringi proses pelaksanaan kebijakan, misal dengan pengerahan aparat seperti apa, teknis seperti apa. Dari (aturan) PSBB itu hanya dilengkapi Permenkes, harusnya ada juga Permenhub tentang tata kelola mudiknya, mau dilarang semua atau dibatasi atau bagaimana," jelasnya.
Namun tak hanya itu saja menurutnya, akses transportasi dapat diterapkan dengan membatasi penumpang. Sementara di jalan tol dapat digunakan untuk kepentingan logistik saja.
"Kalau perlu jalan tol hanya untuk logistik, sementara mobil pribadi gunakan jalan biasa. Tapi harus dipikirkan lagi kalau lewat jalan biasa karena akan banyak interaksi masyarakat. Sistem logistik juga harus dipikirkan daerah mana saja yang boleh dilintasi," tuturnya.