Salah satu tokoh inspiratif Indonesia yang telah memberikan peranan yang besar yakni Raden Ajeng Kartini atau R.A. Kartini dikenal sebagai salah satu pahlawan yang menginspirasi kaum perempuan pribumi untuk bangkit dan menjadi bagian penting dalam hidup.
Berkat inspirasi yang ditularkan R.A. Kartini, Presiden Republik Indonesia Pertama, Ir. Soekarno menetapkan Kartini sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional melelui Kerppres Nop. 108 Tahun 1964, tanggal 2 Mei 1964. Tanggal lahirnya pun diperingati besar, Hari Kartini.
R.A. Kartini merupakan perempuan dari kalangan priyayi, sebutan untuk kelas bangsawan Jawa. Ayahnya, Mas Adipati Ario Sosroningrat, merupakan seorang patih yang juga Bupati Jepara, Jawa Tengah.
Kartini muda belajar bahasa Belanda di ELS (Europese Lagere School), berkat kemahiran bahasa itu, dia kemudian membaca beraneka bacaan. Mulai dari Max Havelaar dan Surat-Surat Cinta karya Multatuli, De Stille Kraacht (Kekuatan Gaib) karya Louis Coperus hingga buku-buku karya Augusta de Witt.
Persinggungannya dengan dunia literasi Belanda itu membuat pikiran gadis muda ini terbuka lebar. Babhkan, dirinya juga membaca majalah dan koran Eropa, yang tentu saja semakin membuka cakrawala. Hingga pada kesimpulan, dirinya tertarik untuk memajukan perempuan pribumi.
Kartini juga dikenal sebagai perempuan yang rajin menulis. Lagi-lagi, berkat kepampuannya berbahasa Belanda itu, memudahkannya untuk berkorespondensi dengan karibnya asal Belanda, Rosa Abendanon. Rosa, bukan hanya teman, melainkan juga pendukung bagi R.A. Kartini.
Meskipun dalam berjuang memajukan perempuan pribumi kala itu sangat sebentar. Sebab, dia meninggal dunia pada 17 September 1904 di Rembang. Saat itu, usianya baru menginjak 25 tahun. 7 tahun setelah itu, karibnya yang kala itu menjabat Menteri Kebudayaan, Agama, dan Kerajinan Hindia Belanda, Mr. J.H. Abendanon menerbitkan surat-surat Kartini menjadi sebuah buku.
Buku itu diberi judul Door Duisternis tot Licht, secara harafiah, artinya Dari Kegelapan Menuju Cahaya. Pada 1922, Balai Pustaka berinisiasi untuk menerbitkan buku tersebut dalam bahasa Melayu dengan judul Habis Gelap Terbitlah Terang.
Dari surat-surat yang jadi buku itu, pikiran-pikiran Kartini menyebar, dibaca, dipelajari, lalu menginsipirasi perempuan pribumi yang kala itu dianggap lemah dan tak berdaya menjadi lebih terbuka.