Para waria atau transpuan di Indonesia menjerit terdampak wabah virus corona. Mereka tidak bisa bekerja seperti biasanya karena pemberlakuan social distancing.
Melihat pilunya kondisi kaum transpuan, Ketua Sanggar Waria Remaja, Kanzha Vina, berharap pemerintah dapat memberikan bantuan sosial secara merata dan tepat sasaran.
"Tidak tebang pilih, sehingga semua orang yang rentan dan tidak memiliki penghasilan tetap bisa mengakses bantuan dari pemerintah," ungkap Kanzha dalam video conference, Senin 14 April 2020.
Menurutnya pemberlakuakn social distancing yang megharuskan setiap orang bekerja dari rumah membuat para transpuan tidak bisa bekerja. Menueurt Kanzha, kebanyak dari transpuan bekerja di "lapangan" sektor non formal. Rata-rata para transgender perempuan (transpuan) bekerja di sektor jasa yang hal itu tentu tidak bisa dikerjakan di rumah.
"Sebagai pekerja seks, penghibur, atau terapis di salon-salon. Jadi instruksi WFH itu juga suit bagi teman-teman. Secara ekonomi tentu berdampak. Teman-teman rata-rata tidak memiliki saving money untuk beberapa bulan ke depan, jadi menyulitkan situasi," katanya.
Akibat pekerjaan yang terhenti, banyak transpuan yang mulai kesulitan membayar sewa tempat tinggal. Kanzha mengaku tak begitu paham terkait mekanisme pembagian bansos dari pemerintah.
"Setahu saya yang bisa mendapat bansos itu by name by address dan banyak teman yang gak punya kartu identitas. Saya gak tahu apakah semua penduduk yang menetap di DKI Jakarta bisa akses bantuan itu. Setahu saya sudah tidak boleh menggunakan embel-embel waria atau transgender untuk mengakses bantuan tersebut. Itu juga mempersulit situasi," ungkapnya.
Kanzha pun tak bisa menjamin sampai kapan bisa membantu para transpuan untuk memenuhi kebutuhan pokok mereka. Oleh sebab itu, ia mendorong para transpuan untuk bernegosiasi dengan pemilik kos untuk diberi kelonggaran dalam membayar sewa.
"Sebagian berhasil, tapi ada juga yang sampai diusir. Ada hampir 700 transpuan yang ngekos," kata Kanzha.