Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengatakan tidak semua kasus virus Corona (COVID-19) di suatu wilayah harus ditangani dengan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Maka, penolakan PSBB bukan berarti imbauan jaga jarak atau physical distancing dihilangkan.
"Yang penting itu epidemologi-nya, karena yang lain mendukung. Data penambahan kasus, ada sebaran di wilayah itu, ada penularan lokal, itu mutlak," ucap juru bicara pemerintah untuk penanganan Corona, Achmad Yurianto, kepada wartawan, Senin 13 April 2020.
"Katanya disuruh menghentikan penyebaran, kalau di situ penambahan nggak ada, kemudian sebaran di situ saja, nggak ke kecamatan lain, nggak ke tempat lain, tidak ada bukti penularan lokal karena imported case, buat apa di-PSBB," ujar Yuri.
"Seperti di Gorontalo, itu kan kasusnya cuma satu, itu pun tertular di Makassar. Berarti tak ada penularan di situ, dan kasusnya kan di situ saja. Beberapa hari nggak tambah-tambah. Masa di PSBB," ucap Yuri.
Diketahui, Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto menolak usulan PSBB beberapa daerah. Seperti, Kabupaten Rote Ndao, Nusa Tenggara Timur (NTT), Sorong Papua Barat, dan Palangka Raya menjadi salah satu yang ditolak ajuan PSBB nya.
"Karena (di Palangka Raya) penambahan kasus tidak banyak dan di situ saja," kata Yuri.
Kepada wilayah yang usulan PSBB ditolak, Yuri mengingatkan imbauan jaga jarak tetap berlaku. Sehingga, tetap ada upaya pencegahan penyebaran oleh pemerintah daerah.
"Ya tetap saja physical distancing, pakai masker, di rumah tetap diberlakukan. Bukan malah jadi nggak ngapa-ngapain. Tetap lah, sebelum ada PSBB kan sudah kita teriak-teriak itu kan. PSBB dalam rangka mengeraskan orang agar physical distancing supaya tidak keluar rumah," tutupnya.