Penyebaran virus corona di
Indonesia yang belum ada sebulan ini ternyata sudah berdampak terhadap
perekonomian global maupun nasional.
PHK terjadi, bahkan sector usaha
terpasa tutup karena kehilangan penghasilan.
Menteri Keuangan Sri Mulyani
bahkan meyakini jika pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat mengalami penurunan ke
skala 0 persen apabila wabah tersebut tak ditangani sesegera mungkin.
Sri Mulyani mengaku telah
menyiapkan berbagai skema untuk menghadapi kondisi terburuk terkait dampak
virus corona. Menurutnya kondisi terburuk dapat berlangsung lebih dari enam
bulan.
Kondisi terburuk juga akan
terjadi jika lockdown dilakukan. Serta anjloknya harga minyak, turunnya
perdagangan internasional dan sektor penerbangan yang mengalami tekanan hingga
75 persen.
"Jika durasi COVID-19 bisa
lebih dari 3 sampai 6 bulan, kemudian lockdown, serta perdagangan internasional
bisa drop di bawah 30 persen, penerbangan drop sampai dengan 75 persen hingga
100 persen, maka skenario bisa menjadi lebih dalam, pertumbuhan ekonomi bisa di
kisaran 2,5 persen bahkan 0 persen," ujar Sri Mulyani dalam video conference,
Jumat 20 Maret 2020.
Sri memperkirakan pertumbuhan
ekonomi mampu bertahan di atas 4 persen apabila penangannya seirus. Namun,
dirinya belum mau beranggapan lebih jauh.
Dalam APBN 2020, target
pertumbuhan ekonomi Indonesia capai 5,3 persen. Sementara Bank Indonesia
menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun ini menjadi hanya 4,2-4,6 persen.
Di sisi lain, untuk membantu
dunia usaha, pemerintah berencana menerbitkan surat utang pemulihan agar sektor
usaha bisa pulih kembali.
"Pemerintah sedang menjajaki
untuk mengeluarkan surat utang baru atau bonds, kira-kira namanya recovery
bonds,” tutur Sekretaris Kemenko Perekonomian Susiwijono dalam keterangannya di
Graha Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Jakarta, Kamis 26 Maret
2020.