Mahfud MD, Menko Polhukam membahas soal politik uang atau money politic yang kerap merongrong sistem ketatanegaraan Republik Indonesia.
Praktik politik uang seperti ini, kata Mahfud, bahkan telah terjadi sejak masa orde baru hingga kini, hanya cara dan praktiknya saja yang berbeda.
"Kalau dulu money politic dalam pemilihan kepala daerah itu ada di DPRD, sekarang berpindah ke pimpinan partai," kata Mahfud di acara Asosiasi Dewan Perwakilan Daerah Kabupaten Seluruh Indonesia (Adkasi) di Hotel Grand Paragon, Jalan Gajah Mada, Jakarta Barat, Senin 24 Februari 2020.
Saat ini, menurut Mahfud, para calon tersebut tak membayar ke para Ketua DPRD, justru mereka langsung membayar ke partai dengan istilah yang disebut sebagai mahar.
"Ini terus terang saja, begitu. Orang kan bilang itu tidak ada, tetapi yang kalah itu melapor, yang menang tidak. [Pihak] yang kalah melapor, 'saya bayar sekian ke pimpinan Partai. Dia terima Ini, ini, ini'," sambung mantan Ketua Mahkamah Konstitusi tersebut.
Mahfud dalam kesempatan itu lebih lanjut juga menjelaskan soal pada Posisi DPRD pada masa Orde Baru. Kala itu DPRD lebih banyak menjadi pembenar dari rencana pemerintah pusat.
Dulu, kata dia, DPRD tak berfungsi sebagai wakil rakyat yang tugasnya mengawasi kinerja pemerintah daerah. Saat itulah praktik korupsi pun terjadi.
"Maka pada awal reformasi di dalam Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 disebutkan bahwa DPRD itu adalah lembaga legislatif yang sejajar kedudukannya dengan kepala daerah. Dia bisa meminta pertanggungjawaban kepala daerah, DPRD bisa menjatuhkan kepala daerah di tengah jalan," kata dia.