Februari ini merupakan bulan
kedua sejak kemunculan awal virus corona di China, yaitu virus yang sudah
merenggut sebanyak 1500 nyawa dan menginfeksi sebanyak 69 ribu orang di seluruh
dunia.
Para ilmuwan dan para medis hingga kini masih terus
mencari informasi sebanyak-banyaknya terkait COVID-19 ini, termasuk mencari
sumber virus serta vaksinnya. Namun mengapa korban jiwa akibat virus corona
sebagain besar adalah orang dewasa bukannya anak-anak? Inilah yang saat ini menjadi
pertanyaan publik.
Berdasarkan informasi yang
didapat, anak-anak yang terinfeksi virus corona diantaranya, seorang bayi 9
bulan di Beijing, anak berusia 9 tahun di Prancis, kemudian seorang anak di
Jerman yang tertular virus dari ayahnya, serta seorang anak di Shenzhen, China.
Yang terbaru adalah seorang bayi di Wuhan yang dilaporkan positif terinfeksi
setelah 30 jam dilahirkan.
Publikasi ilmiah yang diterbitkan
New England Journal of Medicine pada Januari 2020, mejelaskan jika anak-anak
memang diduga berisiko lebih rendah terinfeksi virus corona. Sekalipun
terinfeksi, gejala yang dialami lebih ringan ketimbang orang dewasa.
Temuan peneliti yang
dipublikasikan lewat Journal of American Medical Association pada 5 Februari
2020, semakin memperkuat dugaan tersebut. Peneliti menyebut, bahwa sangat
jarang terjadi kasus anak-anak yang didiagnosis terjangkit virus corona.
Hingga kini masih belum dapat
dipastikan mengapa virus corona tidak menjangkit anak-anak. Namun seorang dokter berpendapat, jika
kejadian ini berlaku pada banyak kasus penyakit menular, seperti cacar air dan
campak.
"Kami tidak sepenuhnya
memahami fenomena ini, mungkin karena perbedaan dalam respons imun anak-anak
dibandingkan dengan orang dewasa," ujar Dr. Andrew Pavia, Kepala Divisi
Penyakit Menular Anak di Universitas Utah, dilansir Live Science.