Pemerintah Indonesia memilih
untuk tidak memulangkan ratusan WNI eks ISIS yang kini berada di kawasan Timur
Tengah. Komnas HAM pun mempertanyakan soal kelanjutan hukum.
Ahmad Taufan Damanik, Ketua
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), mempertanyakan hal tersebut. Ia
mengingatkan kepada pemerintah soal penegakan hukum bagi WNI yang pernah
bergabung ke dalam kelompok teroris itu.
Taufan menuturkan bahwa ratusan
WNI eks ISIS yang tergolong ke dalam kategori dewasa itu masuk ke dalam tindak
pidana apabila melihat Pasal 12a Undang-Undang Anti Terorisme. Apabila
diketahui mengikuti pelatihan atau bahkan sudah menjadi instruktur, maka para
WNI itu bisa diancam hukuman maksimal 15 tahun seperti yang tertuang dalam
Pasal 12b pada UU yang sama.
"Kita belum jelas pemerintah
akan melakukan langkah apa untuk penegakan hukum terhadap mereka-mereka ini,"
tutur Taufan, Selasa (11/2/2020).
Menurutnya, pemerintah bisa
mengambil langkah lain yakni mendorong peradilan internasional bagi WNI eks
ISIS yang berperan sebagai kombatan atau sudah ikut dalam peperangan. Hal yang
paling penting menurut taufan adalah penegakan hukum bagi ratusan WNI yang
masuk ISIS.
"Kalau kombatan, itu pidana.
Pakai hukum nasional atau hukum internasional," ujarnya.
Alasan pemerintah tidak
memulangkan ratusan WNI eks ISIS, menurut pernyataan Menko Polhukam Mahfud MD, adalah demi memberikan keamanan masyarakat di
Indonesia. Kata Taufan, pemulangan WNI eks ISIS tersebut bukan hanya sekadar
membawa pulang secara raga saja, tetapi tindakan mereka pun mesti diperhatikan.
"Jadi, pemulangan bukan
berarti lenggang kangkung begitu, tapi diproses secara hukum," tuturnya.
"Selama ini memang ada
kekeliruan memahami penyelesaian dengan menggunakan diksi pemulangan yang
seolah-olah pelaku tindak pidana terorisme pulang tanpa proses hukum,"
pungkasnya.
Sebelumnya, Mahfud MD menyebut,
pemerintah akan tetap memberikan rasa aman pada masyarakat Indonesia. Untuk
itu, sebanyak 600 lebih teroris pelintas batas itu tidak akan dipulangkan ke
Indonesia.