Sejak akhir November 2025, Pulau Sumatra dilanda rangkaian bencana besar berupa banjir bandang dan tanah longsor. Intensitas hujan yang sangat tinggi akibat monsun, ditambah kondisi cuaca buruk setelah siklon, membuat tiga provinsi — Aceh, Sumatra Barat, dan Sumatra Utara — mengalami dampak kerusakan yang luas. Ribuan warga terpaksa dievakuasi, dan sejumlah wilayah masih terputus aksesnya karena kerusakan jalan serta jembatan.
Menurut laporan terbaru dari pemerintah daerah, jumlah korban meninggal telah mencapai 164 orang, sementara puluhan lainnya masih dinyatakan hilang. Rumah warga, fasilitas publik, jaringan komunikasi, dan infrastruktur di berbagai kabupaten turut mengalami kerusakan berat.
Dalam situasi darurat tersebut, Badan Otonom Kepedulian Sosial (Banomkepsos) DPP Gekrafs langsung melakukan koordinasi dengan jajaran pengurus daerah. Ketua Umum Gekrafs, Kawendra Lukistian, menyampaikan bahwa ia telah berkomunikasi dengan DPW Gekrafs Aceh, Sumbar, dan Sumut untuk memetakan kebutuhan mendesak serta memastikan kondisi anggota di daerah terdampak. Ia juga mengirimkan pesan dukungan kepada seluruh anggota dan masyarakat.
“Stay safe semuanya, semangat kawan-kawan di Aceh, Sumbar dan Sumut. Kita lewati semua bersama. Bismillah,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua Banomkepsos Gekrafs, Ares Mahdi, menegaskan bahwa kondisi di lapangan masih sangat menantang dan memerlukan respon cepat serta dukungan luas dari masyarakat.
“Masih banyak saudara kita yang belum bisa dijangkau. Bantuan sulit masuk dan informasi dari lapangan belum stabil. Kami mengajak semua pihak untuk ikut membantu, sekecil apa pun sangat berarti,” kata Ares.
Penyaluran bantuan dilakukan melalui kolaborasi dengan Jakarta Keras, Relawan Nusantara, dan berbagai pihak lain. Banomkepsos Gekrafs juga tengah menyiapkan langkah lanjutan untuk membantu proses evakuasi, menyalurkan kebutuhan darurat, serta memberikan pendampingan bagi para korban bencana.






