Jagat media sosial dibuat haru oleh sebuah surat terbuka untuk Menteri Pendidikan Kebudayaan Riste dan Teknologi (Kemendikbudristek), Nadiem Makarim.
Surat terbuka tersebut dibagikan oleh akun Facebook Mike Riana yang ditulis oleh salah seorang pengawas ruang ujian PPPK bernama Novi Khassifa.
Dalam surat terbuka tersebut, Novi Khassifa menceritakan kisah seorang peserta ujian PPPK Guru yang tak kuasa menahan tangis.
Tetap semangat mengajar
Lewat surat terbuka yang dibagikan oleh akun Facebook Mike Riana, menceritakan tentang peserta ujian PPKN Guru yang sudah berumur 57 tahun dan berasal dari Tulungagung.
Mendekati usia senja, pria tersebut masih setia mengajari anak-anak di pelosok negeri. Bahkan disaat dirinya putus pengharapan untuk mendapat hidup yang layak, ia tetap semangat mengajar dan mendidik.
Gaji dibawah lima ratus ribu
Dengan gaji lima ratus ribu, Novi Khassifa mengungkapkan tak cukup untuk makan sebulan. Terpaksa, dirinya pun harus mencari pendapatan tambahan sebagai pekerja serabutan.
Tidak lulus passing grade
Namun pria itu berharap dengan program PPPK untuk mendapat kehidupan yang layak. Tapi soal-soal saat tes membuat pria itu pening, karena tak sebanding dengan pengabdiannya yang sudah berpuluh-puluh tahun.
Hingga akhirnya, ia tidak lulus Passing Grade yaitu jumlah nilai untuk mengetahui apakah bisa lanjut ke tahap berikutnya atau tidak.
Baca Juga: Profil dan Biodata Novi Khassifa, Pengawas Ujian PPPK Guru Kirim Surat Terbuka untuk Nadiem Makarim
Surat Terbuka yang ditulis oleh Novi Khassifa:
Yang terhormat,
Mas Menteri
Nadiem Makarim
Tak adakah rasa ngilu di dalam dada Mas Menteri melihat sepatu tua yang lusuh ini?
Memang benar sepatu tua ini terlihat bermerek, tetapi tahukah ini hanya sepatu loak apkiran.
Tahukah Mas Menteri,
Sepatu ini telah dipakai bertahun-tahun lamanya oleh si empunya.
Seorang bapak dengan pakaian putih lusuh dan celana hitam yang warnanya sudah tak hitam lagi karena pudar.
Mendekati usia senja masih setia mengajari anak-anak di pelosok negeri ini membaca dan mengeja.
Di saat putus pengharapan untuk mendapatkan hidup yang lebih layak.
Beliau tetap semangat. Tak sekadar mengajar tetapi mendidik.
Gaji di bawah lima ratus ribu sungguh tak cukup untuk makan sebulan. Apalagi untuk membeli sepatu.
Terpaksa di saat pulang mengajar beliau mencari pendapatan tambahan sebagai pekerja serabutan.
Tahun ini Mas Menteri memberikan secercah harapan untuk beliau.
Program PPPK untuk memberikan harapan kehidupan yang lebih layak.
Tetapi tahukah Mas Menteri? Soal-soal yang Mas Menteri berikan hanya teori belaka saja.
Tak sebanding dengan praktik pengabdian berpuluh-puluh tahun lamanya.
Soal-soal yang membuat beliau terseok-seok ketika memegang mouse dan membuat kepalanya pening.
Akhirnya, PASSING GRADE pun tak diraih. Pecahlah tangis beliau di dalam hati.
Terlihat jelas ketika nilai-nilai itu terpampang di layar monitor. Beliau terdiam seribu bahasa.
Entahlah, apa yang dipikirkan. Melihatnya saya pun ikut terisak.
Memang benar beliau tak secerdas, sejenius, sekreatif Mas Menteri.
Tetapi beliaulah yang menjadi pelita di tengah gulita buta aksara di pelosok negeri.
Memang benar beliau tak pandai teknologi, tetapi tanpa teknologi beliau mampu membuat anak-anak negeri ini merangkai kata dari A hingga Z
Berhitung hal-hal dasar untuk memahami hidup.
Memang benar para muridnya sebagian besar menjadi TKI dan TKW. Tapi tahukah Mas Menteri, bukankah mereka juga merupakan pahlawan penghasil devisa negara tercinta ini?
Beliau mempunyai andil yang besar dalam membangun negeri tercinta ini.
Sudi kiranya Mas Menteri memberikan keringanan untuk melihat beliau bisa menikmati masa tua dengan sepatu dan kehidupan yang layak.
Tak usah diperumit. Jika tidak ada kebijakan untuk mengangkat derajat mereka, setidaknya di surga besok sepatu ini akan menjadi saksi bahwa ilmu yang beliau ajarkan sangat bermanfaat untuk keberlangsungan umat.
Dari saya,
Novi Khassifa
Pengawas ruang PPPK
Ditulis dengan berurai air mata