Di Probolinggo, Jawa Timur ada kisah tentang sosok Mbah Jiwo yang berjuluk nenek maut. Sosoknya hingga saat ini dicap sebagai salah satu pembunuh sadis di Indonesia. Pasalnya, dirinya membunuh seorang bocah untuk dimasak.
Mengutip dari akun Instagram @dagelanmistis, pada suatu hari ada kejadian mengerikan di Desa Kandangjati Kulon, Probolinggo, Jawa Timur. Yakni kasus pembunuhan bocah oleh seorang nenek. Parahnya, nenek tersebut hendak memasak daging korbannya menjadi gulai.
Baca Juga: Cerita Misteri Kali Boyong di Yogyakarta, Konon Dihuni Hantu Pasukan Lampor dan Ribuan Pocong
Malam itu penduduk desa Kandangjati Kulon, tengah bersiap menuju peraduan. Namun mendadak mereka dikejutkan dengan riuhnya suara orang orang meneriakkan nama Faridathul bocah berumur 5 tahun. Sebab, hingga lewat tengah malam, bocah itu belum juga pulang dari pengajian. Padahal, Farida, panggilannya, biasanya sudah tiba di rumah sebelum pukul 8 malam.
Pencarian yang berlangsung selama hampir enam jam itu, berakhir dengan jerit tangis Hariyanto dan Eni Diningsih, kedua orang tua dari Farida. Rabu dini hari saat itu, anak yang sedang lucu-lucunya itu ditemukan tewas berkeping keping di rumah Mbah Sujiwo.
Baca Juga: Cerita Misteri Jembatan Benowo Karanganyar, Konon Banyak Anak Hilang Disembunyikan Penunggu
Jasad bocah malang itu ditemukan secara kebetulan oleh Kepala Desa Kandangjati, Riwut, yang ikut mencari sang bocah. Saat itu pencarian tengah dilakukan ke rumah si Mbah, 15 meter dari rumah Farida. Penemuan itu terjadi secara tidak sengaja, saat kaki Pak Kades menyenggol baskom yang ditutupi tampah. Ia terkejut ketika dari baskom itu menyembul tangan anak kecil. Kemudian di dekat tungku, ia juga melihat sandal Farida tergeletak.
Kades ini jadi kaget dan langsung menginterogasi pemilik rumah, tapi Mbah Sujiwo membantah dan mengelak. Baru setelah dirayu, meluncur pengakuannya yang seakan tanpa rasa bersalah. "Memang saya yang menyembelih Farida," kata nenek itu dengan tenang.
Dalam penuturan Mbah Jiwo kepada polisi, sebelum mengiris iris daging bocah itu, sorenya ia sempat mendapat perintah dari suara ghaib di kepalanya untuk memakan daging anak kecil. Suara ghaib itu muncul kembali menjelang salat isya, tepat saat Farida bertandang ke rumahnya.
Farida sebenarnya masih tergolong cucu dari Mbah Jiwo, dan sering diberinya kerak nasi kering yang digoreng jika bertandang ke rumahnya.
Anak manis ini menurut saja ketika si Mbah menelentangkan dirinya di lantai tanah. Lehernya ditusuk si Nenek. Dengan kondisi bersimbah darah, menurut mbah Jiwo, Farida sempat bertanya di sisa sisa kesadarannya, "Mbah, kenapa saya dibunuh?" ujarnya lemah.
Mendengar itu, si Mbah justru tambah menggila. Tubuh mungil itu digendongnya sambil mengelilingi ruangan rumahnya. Tidak cukup sampai disitu, daging Farida kemudian diiris iris menjadi 79 bagian.
Proses menguliti dan memotong-motong daging manusia itu baru selesai sekitar pukul 10 malam, lalu semua potongan daging itu dicuci. Lalu Mbah Jiwo meracik bumbu untuk memasak daging tersebut.
"Pokoknya, saya bisa pesta dengan iringan lagu dangdut," kata Mbah Jiwo.
Diduga, si Mbah ini mengindap penyakit jiwa sehingga bisa melalukan perbuatan tersebut dengan santainya. Kejiwaan Mbah Jiwo memang terguncang sejak kematian kakaknya dua puluh tahun sebelum kejadiaan naas ini terjadi.
Sejak kepergian kakaknya, perangai Mbah Jiwo berubah. Misalnya, seringmenghadang dan memukuli ibu-ibu dan anak perempuan yang lewat di depan rumahnya. Karena ulahnya mengganggu orang orang itu, ia pernah dimasukkan ke dalam bak mandi oleh penduduk.
"Dari beberapa kali penyidikan, saya menduga Mbah Sujiwo gila," kata Kapolres Probolinggo, Letkol. Fadhilah Budiono.
"Anakku boleh mati, tapi caranya jangan begitu," kata Hariyanto, ayah Farida sambil menangis terisak.
Ayah dan bunda Farida sempat melakukan mogok makan. Mereka teringat cincangan tubuh anaknya, yang mau digulai Mbah Jiwo.