Pengacara Djoko Tjandra, Otto Hasibuan, mengatakan ada kejanggalan dalam proses penahanan kliennya. Menurutnya saat ini ada dua perkara yang ditangani.
Pertama, terkait penahanan Djoko Tjandra oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) sehubungan adanya pelaksanaan putusan Peninjauan Kembali (PK). Kedua, pemeriksaan Djoko Tjandra sebagai saksi kasus penerbitan surat jalan dengan tersangka Brigjen Prasetijo Utomo.
"Jadi dia nggak ada tersangka di kasus surat jalan ini, sampai sekarang belum ada, hanya saksi saja. Saya menjadi kuasa sekarang ini dua hal, mempertimbangkan dasar apa Kejaksaan Agung melakukan penahanan terhadap dia," tutur Otto di Mabes Polri,, Sabtu 1 Agustus 2020 malam.
"Nah kalau tidak ada perintah ditahan kenapa dia ditahan? Apakah itu nanti Kejagung memberikan klarifikasi, apakah kita harus mengajukan praperadilan, kita belum tahu. Yang pasti kita sedang mempertanyakan dasar penahanan terhadap Djoko Tjandra," jelas dia.
Selain hanya tertera vonis hukuman dua tahun penjara, dalam putusan PK juga tertulis bahwa pengadilan menghukum Djoko Tjandra dengan dengan Rp 15 juta dan sudah dibayarkan. Hal lainnya adalah menyatakan adanya uang negara yang dirampas sekitar Rp 500 miliar.
"Berarti kan sifatnya deklarator, bukan kondemnator," katanya.
Baca Juga: Transjakarta Tambah Armada, Antisipasi Lonjakan Jumlah Penumpang saat Ganjil Genap
Lebih lanjut, Otto menegaskan bahwa perintah penahanan seseorang wajib tertera dalam amar putusan. Karena menurutnya, dalam setiap putusan selalu menjelaskan rincian semacam tetap ditahan jika orang tersebut masih dalam sel, perintah penahanan jika memang di luar sel, dan jika putusannya bebas maka yang didalam penjara dikeluarkan dari sel tahanan.
"Didalam KUHAP juga didalam Pasal 193 kalau tidak salah, itu jelas dinyatakan semua putusan-putusan hakim harus memuat itu. Kalau ditahan kalau putusan bebas harus dilepaskan, kalau di luar kalau dihukum maka harus ada perintah untuk ditahan," tandasnya.
Sumber: Liputan 6