Ditengah wabah virus corona Direktur Eksekutif Institute Development of Economic and Finance (INDEF), Tauhid Ahmad membenarkan jika era new normal memang bisa mendorong perekonomian meskipun sangat lambat. Hal itu karena aktivitas bisnis seperti mal sangat dibatasi di era ini.
"Bisa berpengaruh tapi lambat karena new normal tanda kutip harus kompromi kan. Perlakuannya kompromi, tidak full capacity. Jadi kalau diproduksi katakanlah 100% bekerja, dia hanya separuh otomatis jalannya lebih lambat. Mal biasa penuh sekarang harus separuhnya otomatis tumbuhnya separuh dari perkiraan, nggak akan bisa kembali," kata Tauhid kepada wartawan, Selasa 26 Mei 2020.
Namun tak hanya itu saja pasalnya efek dari new normal ini juga tidak akan instan sehingga tidak bisa langsung mendorong laju pertumbuhan ekonomi di triwulan ke II. Kemungkinan pengaruhnya baru akan terlihat di triwulan ke III.
"Akan efektif jika di triwulan ke III itu sangat mungkin dia bisa tumbuh positif tapi pada level rendah lah tidak mungkin sampai di atas 2 atau 3%. Di atas positif lah di atas 0, itu juga lebih positif dibanding triwulan ke II ini," ucapnya.
Hal yang sama juga dikatakan oleh Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Piter Abdullah. Menurutnya, era new normal tidak akan bisa mengembalikan ekonomi dalam kondisi normal seperti belum ada wabah Corona. Namun setidaknya ekonomi bisa berjalan secara bertahap.
"Ukuran keberhasilan new normal bukan pada ekonomi yang kembali ke posisi sebelum wabah. Ukuran keberhasilannya adalah masyarakat bisa beraktivitas dengan menerapkan protokol kesehatan sehingga ekonomi bisa secara bertahap berjalan kembali, sementara penyebaran wabah tetap bisa dikendalikan," ucapnya.
Bagaimana dengan pertumbuhan ekonomi pada triwulan kedua?
Direktur Eksekutif Institute Development of Economic and Finance (INDEF), Tauhid Ahmad menilai pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal II-2020 masih akan minus. Perekonomian Indonesia akan tenggelam dalam skenario terburuk -0,26%.
"Kita prediksi di triwulan ke II minus, tetap masih minus meski ada new normal. Triwulan ke II-2020 skenario beratnya -0,26%, itu paling berat ya," kata Tauhid.
Konsumsi rumah tangga juga diprediksi turun menjadi -1,07%, konsumsi pemerintah turun menjadi -0,37%, dan investasi turun menjadi -7,92%. Lalu volume ekspor ikut turun menjadi -9% dan pertumbuhan volume impor akan menjadi -16,21%.
Mengingat di triwulan ke II ini tidak banyak aktivitas ekonomi yang berjalan. Sedangkan tersisa kurang dari dua bulan lagi triwulan ke II akan habis dan pemerintah belum secara resmi kapan akan menerapkan new normal.
"Pemerintah kan belum secara resmi tegas kapan memberlakukan new normal apakah 4 Juni atau berapa. Kalau misalnya PSBB diberlakukan kembali, tambah 2 minggu lagi otomatis sisa 2 minggu jadi pengaruh lajunya relatif kecil sekali terhadap pertumbuhan ekonomi di triwulan ke II," ucapnya.
"Saya kira karena memang faktornya kita sudah terlampau jauh turun drastis dan walaupun ditolong di sisa triwulan II terakhir belum bisa membantu," tambahnya.
Namun tak hanya itu saja karena hal yang sama juga dikatakan oleh Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Piter Abdullah. Menurutnya, era new normal tak akan banyak membantu mendorong daya beli dan konsumsi karena banyak masyarakat masih resah dengan kehadiran Corona.