Perayaan hari raya Idul Fitri terasa kurang nikmat tanpa sepiring ketupat yang tersedia di meja.
Ketupat merupakan sajian yang tak dapat terpisahkan dari tradisi Lebaran di Indonesia. Namun, tak disangka, sdi balik kesederhanaan ketupat pada perayaan Lebaran, terdapat makna filosofi di dalamnya.
Sejarawan Universitas Padjadjaran Bandung Fadly Rahman mengatakan, menurut cerita rakyat, ketupat berasal dari abad ke-15 hingga ke-16, semasa hidup Sunan Kalijaga.
"Sunan Kalijaga menjadikan ketupat sebagai budaya sekaligus filosofi Jawa yang berbaur dengan nilai keislaman," kata Fadly yang juga menulis buku Jejak Rasa Nusantara: Sejarah Makanan Indonesia, Sabtu, 23 Mei 2020.
Selanjutnya, ketupat juga mewakili dua simbolisasi, yakni ngaku lepat yang artinya mengakui kesalahan, dan laku papat atau empat laku yang juga tecermin dari wujud empat sisi ketupat.
Empat laku atau sisi dari ketupat bukan hanya karena bentuknya yang segi empat, melainkan ada empat makna yang mengartikan:
1. Lebaran (kata dasar lebar) berarti pintu ampun yang dibuka lebar terhadap kesalahan orang lain.
2. Luberan (kata dasar luber) berarti melimpahi, memberi sedekah kepada orang yang membutuhkan.
3. Lebaran (kata dasar lebur) berarti melebur dosa yang dilalui selama satu tahun.
4. Laburan (kata lain kapur) yakni menyucikan diri, putih kembali layaknya bayi.
Tak hanya memiliki makna filosofis, ketupat juga bermakna pembauran dari budaya Hindu dan Islam.
Fadly mengatakan bahwa ketupat bisa jadi berasal dari zaman Hindu-Buddha di Nusantara.
"Secara tertulis dalam prasasti yang diteliti oleh para ahli, tak disebut secara spesifikasi merujuk ke ketupat, tetapi indikasi makanan beras yang dibungkus nyiur sudah dilakukan sebelum masa pra-Islam," jelasnya.