Ada tradisi unik nan menawan di Gorontalo saat jelang sambut perayaan lebaran. Masyarakat Gorontalo menyebutnya Tumbilotohe, pesta seribu lampu yang begitu menawan sambut lebara. Namun tradisi ini terancam tak bisa digelar sebab wabah pandemi.
Tumbilotohe sebetulnya merupakan salah satu istilah daerah yang berasal dari gabungan 2 kata, tumbilo yang berarti pasang, dan tohe yang berarti lampu. Artinya, tumbilotohe adalah tradisi pasang lampu yang tidak pernah absen dari masyarakat Gorontalo sejak abad ke 15 silam. Tradisi ini dilakukan sebagai penanda bahwa Hari Raya Idul Fitri segera akan datang. Pesta yang meriah ditengah masyarakat ini biasanya akan dilakukan pada 10 hari terakhir Ramadhan.
Dari tahun-ke tahun sebelm wabah virus corona melanda, Pemerintah Provinsi Gorontalo selalu menggelar acara meriah tersebut. Pemprov Gorontalo biasanya mengemas tradisi ini menjadi sebuah perhelatan bernama Festival Tumbilotohe. Gelaran acara ini selalu diramaikan oleh ribuan masyarakat lokal dan para wisatawan ari berbagai daerah dan mancanegara memadati perhelatan tersebut.
Pada tahun 2007 lalu, Festival Tumbilotohe berhasil menorehkan rekor dunia dan mendapatkan penghargaan dari Museum Rekor Indonesia karena berhasil menyalakan sampai 5 juta mata lampu. Ritual penting dari acara ini adalah menyalakan jutaan lampu sepanjang Pantai Bilihutuo, Kabupaten Boalemo.
Lantas apa makna atau pesan yang ingin disampaikan dengan digelarnya festival ini?
Masyarakat Gorontalo memiliki tradisi sarat nilai islami dalam festival lampu ini. Pertama, lampu-lampu ini dinyalakan sebagai penerang jalan menuju masjid untuk membayarkan zakat fitrah. Hal ini tidak terlepas dari masa lampau, ketika masyarakat desa di Gorontalo masih belum merasakan penerangan dari listrik, dan sangat kesulitan berjalan di jalanan yang gelap. Bahkan dulu jumlah lampu yang dinyalakan disetiap rumah menjadi salah satu penanda utama bagi para amilin , yakni menunjukkan jumlahnya anggota keluarga yang sudah wajib zakat di rumah tersebut.
Festival lampu saat ini juga digadang sebagai pengingat akan malam lailatul qadar . Lampu-lampu yang menyala adalah sebagai cerminan rasa kerinduan masyarakat Gorontalo akan malam terbaik sepanjang bulan Ramadhan , bahkan juga dipercaya sebagai malam baik dari seribu bulan sekalipun.
Pada malam itu, masyarakat Gorontalo memanfaatkan momentum untuk kembali mengingat pesan leluhur, terkait nilai-nilai islami yang harus terus dipegang teguh.