Desa Paau, sebuah perkampungan di pedalaman Pegunungan Meratus yang hanya dihuni 600 jiwa penduduk dengan 172 kepala keluarga (KK). Desa ini terletak di Kecamatan Aranio, Kabupaten Banjar, Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel) mungkin tidak terasa asing lagi di telinga masyarakat Pulau Kalimantan.
Tempat ini terisolir, jarang didatangi dan dikunjungi pendatang. Bahkan pemerintah daerah setempat tidak sering bertandang ke desa yang mayoritas penduduknya menggantungkan hidup dengan bertani dan memanfaatkan hasil hutan itu.
Sebenarnya, Desa Paau bak mutiara terpendam di dasar laut, lantaran memiliki bentang alam yang dapat memukau para wisatawan yang berkunjung ke sini. Namun, aura mistis di sini sangat kuat, sisa-sisa peradaban suku Dayak pedalaman.
Dikutip dari Tagar.id, Ketua Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Penyaluhan Indah, Desa Paau, Kecamatan Aranio, Aspiani Alpawi menjelaskan terdapat beberapa objek wisata yang sudah dibuka untuk kunjungan wisatawan, seperti Puncak Gunung Haur Bunak, air terjun Mandin Penyaluhan Luar, dan air terjun Mandin Penyaluhan Dalam.
Belum lagi ditambah dengan keindahan estetika susunan batu besar di aliran sungai berbatu yang disebut warga setempat sebagai Batu Balian.
Dia menilai, keindahan alam di desa ini masih berbalut mistis, yang secara turun-temurun dituturkan warga sekitar, serta orang-orang yang pernah datang ke tempat ini.
Dia sempat mendengar cerita warga lokal yang pernah mengalami hal di luar nalar ketika berada di puncak Gunung Haur Bunak.
Mereka menyaksikan bambu berdahan duri bergerak-gerak melambai agar orang tersesat ditelan hutan. Padahal, saat itu sedang tidak ada desir angin. Suasana sungguh sedang senyap-senyapnya.
Mitosnya, dari situlah tempat ini mendapat sematan Gunung Haur Bunak. Haur artinya bambu dan bunak artinya berduri.
Mitos Perang Ilmu dan Penari Wanita Kesurupan
Konon, menurut kepercayaan warga sekitar, sebelum masuknya ajaran Islam, Desa Paau menjadi perkampungan suku Dayak pedalaman Pegunungan Meratus yang menganut kepercayaan animisme dengan menyembah pohon dan memuja-muja roh halus dan roh leluhur.
Dalam kurun waktu tertentu, masih diadakan acara Adat Balian dengan ritual Batandik atau tarian khusus memanggil roh gaib. Penari dalam ritual tersebut akan kerasukan roh halus.
Lokasi Batu Balian dikeramatkan dan dianggap tempat sakral secara turun temurun. Tempat tersebut dianggap pintu gerbang untuk menembus dimensi lain, menjadi alat komunikasi antar suku Dayak yang tersebar di daerah lain. Bahkan, lokasi ini diyakini masyarakat sekitar menjadi ajang beradu sakti antara suku Dayak. Yang kalah dikutuk menjadi Batu Balian. Hal tersebut menjadi legenda penduduk setempat.
Rute Perjalanan
Rute perjalanan untuk dapat tiba ke Desa Paau. Dari Kota Martapura, perjalanan harus mengarah ke dermaga pelabuhan kapal motor di waduk PLTA Riam Kanan di Desa Tiwingan Lama, Kecamatan Aranio.
Setelah bernegosiasi dan sepakat soal tarif jasa kapal motor untuk ditumpangi menuju desa Paau, diperlukan lagi waktu lebih dari satu jam hingga kapal motor bersandar di dermaga Desa Paau.
Setelah itu perjalanan menantang adrenalin penuh perjuangan baru dimulai. Dari Desa Paau memulai petualangan mendatangi objek wisata terdekat yakni Batu Balian yang dapat disusuri dengan berjalan kaki sekitar 40 menit.
Sementara untuk mendatangi objek wisata air terjun Mandin Penyaluhan Luar dan Mandin Penyaluhan Dalam dibutuhkan jalan kaki empat jam jalan kaki. Sedangkan untuk mendaki Gunung Haur Bunak hingga mencapai puncak, terlebih dulu harus mencapai camp berawan.