Mangupa Upa dalam kultur adat Batak dapat diartikan sebagai ungkapan doa diselingi nasehat dari para orang tua atau sesepuh.
Seperti prosesi syukuran atau selamatan dalam pemahaman umumnya. Namun tentu saja dengan melekatkan unsur dari warisan leluhur Batak sebagai pembeda atau ciri khasnya.
Melalui tradisi Mangupa Upa mengandung juga makna tersirat. Menjaga masyarakat Batak tetap dapat saling mengenal sanak saudara dan keluarga besarnya, bahkan yang telah jauh berbeda generasi.
Jika dicermati, ada dua ciri Mangupa Upa yang biasa dilakukan masyarakat tanah Batak. Pertama, Mangupa Upa ala Batak Toba. Kemudian kedua, Mangupa Upa yang lazim dilakukan keturunan Mandailing.
Di balik kedua versi Mangupa Upa tersebut intinya tetap kembali pada satu hal, yaitu bentuk rasa syukur, doa, petuah dari para orang tua dan sesepuh, seperti disampaikan sebelumnya.
Meskipun begitu, prosesi Mangupa Upa tidak kaku hanya dapat disaksikan maupun ditemui di Sumatera Utara saja. Masyarakat suku Batak yang telah lama meninggalkan kampung halamannya pun masih banyak masih memegang warisan leluhurnya ini supaya tetap dilakukan.
Mangupa Upa dapat dilaksanakan untuk momentum apapun yang dianggap memerlukan doa dan petuah dari orang tua maupun leluhur. Dapat juga dalam anggapan suatu momentum yang telah terjadi dan mengimplementasikan bentuk ungkapan rasa syukur. Bisa juga sebagai permohonan kepada Maha Kuasa agar peristiwa buruk tidak pernah terjadi atau terulang kembali.
Pernikahan, kelahiran bayi, menempati rumah baru, akan memulai atau telah menyelesaikan suatu pekerjaan yang sulit, pulang atau pergi dari kampung halaman, adalah momentum lazim dilakukannya Mangupa Upa.
Ketika melakukan Mangupa Upa maka bakal dapat dipastikan ditemukan sajian makanan. Hanya berbeda menu saja antara Mangupa Upa versi Batak Toba dan Mandailing.
Misalnya untuk satu contoh saja pada Mangupa Upa yang biasanya dilakukan masyarakat Batak Toba saat prosesi pernikahan, sajian makanannya antara lain adalah ikan mas. Diolah dengan bumbu khas Batak yakni arsik.
Lalu, para orang tua dan sesepuh, bahkan juga lainnya yang ketika itu ikut hadir dalam Mangupa Upa pernikahan, akan berkeliling dan menyentuh menu ikan mas arsik tadi.
Kalau ada yang tidak dapat mengambil menu sajian ikan mas arsik tersebut, cukup dengan menyentuh orang yang bisa mengambil makanan. Ritual seperti itu tidak boleh terputus serta berhenti sampai semua orang tua, sesepuh, atau pihak lain yang hadir sudah memperoleh kesempatannya semua.
Bagi masyarakat Batak Toba, ikan mas disimbolkan sebagai sebagai makna supaya pasangan pengantin menjadi keluarga bahagia, saling terus menyayangi serta mendapatkan anak yang banyak, baik dan cerdas.