Surat Staf khusus milenial berkop Sekretariat Kabinet itu yang berisi permohonan agar para camat mendukung edukasi dan pendataan kebutuhan alat pelindung diri (APD) untuk melawan wabah Covid-19 yang dilakukan oleh perusahaan pribadi Andi, PT Amartha Mikro Fintek (Amartha).
Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Fakultas Hukum Universitas Andalas, Feri Amsari menilai, surat Staf Khusus Presiden Joko Widodo, Andi Taufan Garuda Putra, berpotensi digolongkan sebagai tindak korupsi.
"Kalau motifnya mencari keuntungan dengan menyalahgunakan kekuasaan dapat digolongkan kepada korupsi," kata Feri, Selasa 14 April 2020.
Feri menjelaskan, surat tersebut sarat akan konflik kepentingan karena perusahaan yang ditunjuk adalah milik Andi Taufan pribadi. Padahal, sebagaimana bunyi Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas KKN, penyelenggara negara dilarang melakukan tindakan yang bermuatan konflik kepentingan.
"Pengadaan barang dan jasa berskala besar harus melalui open tender, bukan penunjukan langsung," kata dia.
Ia mengatakan, jika potensi korupsi itu benar terjadi, maka hukuman untuk andi adalah penjara 20 tahun atau hukuman mati.
"Ancamannya bisa 20 tahun atau hukuman mati karena dianggap memanfaatkan keadaan mencari keuntungan di tengah penderitaan publik luas," ujar dia.