Virus corona semakin menyebar ke berbagai daerah di Indoneisa, bahkan imbas dari wabah virus corona turut dirasakan dunia pendidikan. Ujian Nasional (UN) 2020 mulai di tingkat SD, SMP hingga SMA yang sedianya diselenggarakan pada April secara resmi ditiadakan sebagai bagian dari sistem respons pandemi COVID-19 yang hingga saat ini masih merebak di Indonesia.
Ketetapan tersebut tertuang dalam Surat Edaran Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nomor 4 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan dalam Masa Darurat Penyebaran Coronavirus Disease. Keamanan dan kesehatan peserta didik di tengah pandemi menjadi pertimbangan utama pemerintah hingga akhirnya meniadakan UN tahun ini.
Mendikbud Nadiem Makarim telah menyampaikan syarat penentu kelulusan siswa dalam masa darurat penyebaran COVID-19, yakni dengan menggelar Ujian Sekolah (US).
Tak hanya itu saja bahkan apabila sekolah tak siap mengadakan ujian jarak jauh, alternatif yang ditawarkan pemerintah yakni dengan mempertimbangkan portofolio nilai rapor dan prestasi siswa yang diperoleh sebelumnya.
“Jadinya yang dilaksanakan masing-masing sekolah adalah US, dan US ini ada beberapa opsi yang kita berikan, tapi itu adalah haknya sekolah,” ujar Nadiem, seperti dikutip dari kemdikbud.go.id.
Sebelum pandemi pun, Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji, mendukung penuh keputusan pemerintah untuk menghapus UN yang dinilai sudah tak memiliki relevansi dan urgensi.
“Yang diprotes sama JPPI kenapa tidak langsung dimulai 2020. Ternyata begitu ada pandemi kemudian peniadaan UN start-nya 2020,” ujar Ubaid, saat dihubungi wartawan, Jumat 10 April 2020.
Bicara soal pengganti UN, Ubaid juga menyebut sekolah bisa menggunakan nilai US apabila sekolah memang memutuskan untuk melaksanakannya. Namun tentu saja US bukan satu-satunya syarat yang digunakan sebagai penentu kelulusan siswa.
Nilai rapor bisa digunakan sebagai akumulasi nilai akhir, seperti yang disampaikan Ubaid. Pembelajaran selama beberapa tahun menurut dia, bisa diakumulasi untuk menunjukkan siswa bisa lulus atau tidak.
“Di tengah situasi seperti saat ini, tidak mungkin dilakukan ujian secara offline. Yang paling memungkinkan dilakukan secara online, saya pikir beberapa sekolah sudah melakukan model ini,” papar dia, terkait pelaksanaan US yang idealnya dilakukan secara daring.
Bagaimana menetapkan standar kelulusan siswa ketika UN dihapus?
Ubaid mendorong sekolah-sekolah agar bisa meluluskan seluruh siswanya. Yang dikedepankan saat ini menurutnya bukan lagi soal nilai dalam bentuk angka sebagai pertanda bahwa siswa layak diluluskan.
Selama ini peningkatan mutu yang tidak komprehensif berujung pada kebijakan pemerintah pusat yang tidak sinkron dengan apa yang dilakukan pemerintah daerah.
“Kita masih punya problem dengan akses. Banyak anak-anak yang tidak melanjutkan dari SMP ke SMA. Sehingga kita mendorong agar mereka melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi. Jadi yang ditekankan nilai kualitatif bukan kuantitatif,” papar Ubaid.
Tak hanya itu saja bhkan Ubaid menambahkan, sistem zonasi hanya bisa berjalan dengan efektif apabila kualitas sekolah sudah merata. “Selama ini zonasi selalu ricuh karena sistemnya tidak berdasarkan nilai tapi berdasarkan siapa yang dekat rumahnya dengan sekolah maka itu yang didahulukan,” paparnya. “Sementara banyak sekolah yang mutunya tidak baik berada di sekitar rumah warga sehingga warga tidak mau mendaftar ke situ.
“Sebagai contoh, pemerintah pusat ingin mendorong supaya peserta didik yang ingin sekolah di mana pun sama saja karena kualitas sekolah merata. Tapi pemda, mereka malah bikin sekolah unggulan, sekolah model, percontohan, pilot project bukan kebijakan pemerataan mutu tapi membuat kesenjangan mutu antara sekolah-sekolah yang dianggap sebagai sekolah unggulan dengan sekolah biasa-biasa saja,” tutur Ubaid.
“Yang terpenting adalah bagaimana dilakukan pemetaan mutu sekolah. Kita punya gambaran yang jelas mana sekolah yang grade nya A, B, C, lalu pemerintah melakukan upaya strategis dan juga intervensi supaya sekolah dengan grade C atau B bisa ke A sehingga zonasi bisa berjalan baik.”