Menko Polhukam Mahfud Md menyatakan tidak akan melalui jalur pengadilan untuk mencoret kewarganegaraan WNI pengikut ISIS.
"Itu sedang dikerjakan oleh BNPT nanti pokoknya bentuknya Keputusan Pemerintah, keputusan pemerintah bisa bentuknya Keppres kalau itu orang permohonannya naturalisasi. Bisa (keputusan) Menkumham kalau pencabutan, kan gitu. Tergantung apa, lihat nanti," kata Mahfud.
Menanggapi itu, mantan hakim agung, Gayus Lumbun mengatakan untuk penghapusan dan memperoleh kembali kewarganegaraan Negara Indonesia harus melalui pengadilan sebagaimana diatur di UU Nomor 12 tahun 2006.
"Adalah hal yang sangat berbeda permohonan naturalisasi dengan tata cara memperoleh, kehilangan, penghapusan dan memperoleh kembali kewarganegaraan Negara Indonesia sebagaimana diatur di UU Nomor 12 tahun 2006," kata Gayus kepada wartawan, Rabu 19 Februari 2020.
Dalam sebuah pelanggaran hukum, Gayus mengatakan harus diselesaikan melalui proses hukum di pengadilan. Proses ini untuk dipertimbangkan berbagai perbuatan pelanggar hukumnya seperti bergabung menjadi tentara asing tanpa izin Presiden, menjadi anggota kelompok terorisme dan berbagai pelanggaran berat lainnya.
"Maka pertimbangan hukum dan sanksinya harus diputuskan oleh pengadilan dengan tidak serta merta boleh diputuskan oleh pemerintah dengan kewenangannya saja melalui tndakan hukum, tetapi harus melalui proses hukum," ujarnya.
"Saya perlu menambahkan juga kalau semua keputusan pemerintah adalah bentuk beschikking, kecuali Peraturan Pemerintah (PP) kalau diamanatkan oleh pasal di materi muatan UU. Atau Peraturan Presiden (Perpres) kalau UU belum mengatur atau tidak cukup mengatur dan demi kelancaran tugas pemerintah, baru boleh membuat Perpres vide Pasal 7 UU Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan," kata Gayus.
Dia mengatakan, pencabutan kewarganegaraan yang disandang oleh WNI merupakan sebuah pelanggaran hukum berat dan berkaitan dengan kejahatan. Dengan ancaman hukuman mati.
"Tentang pencabutan kewarganegaraan yang disandang oleh WNi yang karena pelanggaran hukum yang berat dan berkaitan dengan berbagai kejahatan yang bisa diancam sampai dengan hukuman mati--seperti bergabung sebagai tentara asing tanpa izin Presiden dan melanggar UU menjadi dan bergabung sebagai teroris dan UU lainnya-- apakah cukup oleh Pemerintah untuk menjatuhkan sanksi pencabutan paspor tanpa melalui Pengadilan?" pungkasnya.