Pemerintah secara resmi menghentikan sementara penerbangan ke dan dari China mulai Rabu (5/2). Penundaan penerbangan tersebut berlaku sampai dengan waktu yang belum ditentukan.
Menanggapi hal tersebut, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Wishnutama mengatakan, pemerintah masih terus mencatat dampak penurunan wisatawan asing khususnya dari China yang disebabkan virus corona.
Sampai saat ini, dia menambahkan pihaknya belum menghitung secara pasti potensi penurunan wisman dari kebijakan ini.
"Ini kan baru beberapa hari ya. Kita terus mendapatkan report satu-satu tapi belum solid angkanya. Jadi harus kita data dengan baik. Tetapi kan seperti kita ketahui wisatawan dari Tiongkok dalam masa setahun ada 2 juta," ujarnya di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Selasa (4/2).
Selanjutnya, dia menjelaskan, rata-rata pengeluaran perkunjungan dari wisman asal China (Average Spending Per Arrival/ASPA) mencapai US$ 1.400. Wishnutama memperkirakan jika pelarangan ini berlaku selama 1 tahun maka potensi devisa yang hilang bisa mencapai US$ 4 miliar atau setara Rp 54 triliun (kurs Rp 13.600).
"Kalau dihitung dari segi devisa karena ASPA-nya mereka US$ 1.400 kan berarti hampir US$ 4 miliar dari China saja. Jadi memang ini sebuah tantangan yang cukup berat buat pariwisata," tuturnya.
Meski begitu, dia menekankan bahwa pemerintah memprioritaskan perlindungan kesehatan warga Indonesia. Meskipun kebijakan ini memberikan dampak negatif.
Terkait perkiraan jumlah wisatawan asal China, Wishnutama mengatakan pada bulan Februari hingga Maret adalah masa turis asing melakukan booking untuk liburan musim panas. Setidaknya penurunan booking hotel sudah terasa di beberapa tempat wisata di Indonesia.
"Di Bali, beberapa kamar. Saya nggak bisa secara average karena dari pagi juga saya mau ngitung ada berapa. Tapi hotel banyak sekali yang turun. Tapi saya tidak bisa sebutkan angka. Karena sekarang baru kejadian. Kita bisa meng-average kalau sudah sebulan, seminggu berapa. Jadi memang bukan hal mudah," tuturnya.