Kalau bahas tentang Yogyakarta tak ada habisnya bahkan tak hanya itu saja pasalnya jika menyebut tentang wisata Nglanggeran, banyak orang akan berpikir bahwasa Nglanggeran hanya tentang wisata gunung.
Tak hanya itu saja bahkan nama gunung Nglanggeran memang cukup populer di Gunungkidul, DI Yogyakarta. Nama itu bahkan menginspirasi penyanyi kondang Didi Kempot untuk menciptakan lagu Banyu Langit.
Namun membicarakan Nglanggeran bukan hanya itu. Di kawasan Desa Wisata Nglanggeran, terdapat sebuah perkampungan yang disebut dengan Kampung Pitu Nglanggeran
Mengenal Kampung Pitu Nglanggeran
Sekilas, tak ada yang tampak berbeda dari warga Kampung Pitu. Penduduk Kampung Pitu sama seperti penduduk Indonesia pada umumnya, mengenakan pakaian yang sama dengan kita.
Tak hanya itu saja bahkan di balik kesan biasa saja tersebut, terdapat hal unik dari Kampung Pitu.
Pasalnya di Kampung Pitu Nglanggeran merupakan sebuah perkampungan yang hanya dihuni oleh 7 orang keluarga sejak zaman dahulu kala. Dan kini, dari 7 orang keluarga tersebut, Kampung Pitu dihuni oleh sekitar 25 orang jiwa.
Sebetulnya, tidak ada aturan tertulis yang menyebut penghuni Kampung Pitu harus berjumlah 7 kepala keluarga.
Namun ketika Kampung Pitu terdapat 8 orang kepala keluarga, kerap kali terjadi bencana maupun cekcok yang kemudian membuat Kampung Pitu kembali berjumlah 7 orang kepala keluarga.
Sejarah Kampung Pitu Nglanggeran
Bahkan tak hanya itu saja pasalnya Kampung Pitu Nglanggeran dulunya bernama Desa Telaga Planggeran. Di tempat tersebut terdapat telaga yang tak pernah mengering walau sedang musim kemarau.
Telaga tersebut dahulu kerap digunakan untuk guyang (memandikan) kuda sembrani karena hal inilah telaga tersebut kerap disebut dengan Telaga Guyangan.
Namun tak hanya itu saja konon, pada zaman dahulu pernah datang orang keraton ke kawasan Kampung Nglanggeran. Orang Keraton tersebut mengetahui bahwa di Kampung Pitu terdapat pohon Kinah Gadung Wulung yang di dalamnya berisi sebuah pusaka.
Oleh orang keraton tersebut, lantas dibuatlah sayembara: “Barang siapa yang bisa merawat benda pusaka tersebut maka akan diberi tanah secukupnya untuk penghidupannya beserta anak cucu keturunannya”.
Saat itu, keturunan Mbah Kiai Irokromo lah pemenangnya. Hingga kini, penghuni Kampung Pitu adalah keturunan Mbah Kiai Irokromo.