Setiap daerah tentunya memiliki keunikan masing-masing dalam menyambut bulan suci Ramadan. Salah satunya yaitu di Aceh dengan tradisi Meugang.
Tradisi Meugang merupakan tradisi yang sudah ada sejak ratusan tahun lalu saat Aceh berada di bawah kepemimpinan Sultan Iskandar Muda. Tradisi ini biasanya dilakukan 2 hari atau sehari sebelum Ramadan.
Saat meugang, warga Aceh akan melakukan makan daging bersama. Dagingnya bisa diolah jadi gulai ataupun rendang. Agar lebih nikmat, makanan pendampingnya adalah lemang dan tape. Lemang terbuat dari beras ketan yang diberi santan, lalu dipanggang dalam bambu. Wujudnya mirip lontong.
Biasanya seminggu sebelum meugang berlangsung, di jalan-jalan di Aceh, mulai banyak bermunculan pasar daging dadakan. Pasar ini jelas rame banget, karena warga Aceh berbondong-bondong datang ke sana buat belanja daging.
Tentunya dengan itu, penjual daging bakal untung banyak. Tak hanya penjual daging, penjual bumbu dapur pun demikian. Intinya, tradisi meugang membawa dampak positif bagi perekonomian.
Uniknya, jika masyarakat yang tak mampu membelinya. Mereka tetap bisa ikut merayakan meugang, karena pada tradisi meugang terselip tradisi meubleem.
Pada meubleem, warga yang mampu mengumpulkan uang untuk membeli sapi atau kerbau untuk nantinya disembelih saat hari H meugang. Daging hasil sembelihan tersebut bakal dibagikan kepada warga yang kurang mampu. Jadi, mereka tetap bisa makan daging bersama.
Selain menyantap daging bersama keluarga, hal lain yang juga dilakukan warga Aceh saat meugang adalah jalan-jalan ke pantai. Pantai-pantai di Aceh, khususnya di Kota Meulaboh, bakal ramai pengunjung saat meugang berlangsung.
Namun, bagi laki-laki yang baru saja menikah ada aturan khusus saat meugang, yakni mereka harus membeli daging bagi mertua. Bahkan, dulu, ada yang sampai membawa kepala sapi atau kerbau.
Kemudian bagi anak-anak rantau alias warga Aceh yang tinggal di luar Aceh karena urusan kerja, pendidikan, dll, mereka biasanya pulang ke Aceh pada hari menjelang meugang.