Berbicara tentang sepakbola Sumatera Utara pasti akan merujuk ke PSMS Medan. Karena PSMS Medan merupakan sebagai salah satu klub sepak bola legendaris di memiliki catatan sejarah panjang.
Tercatat klub yang berdiri 1950 silam ini pernah menjadi juara di era Perserikatan sebanyak enam kali. Sementara itu di era profesional sampai saat ini, PSMS sama sekali belum pernah menjadi kampiun. Prestasi terbaik mereka adalah menjadi runner-up Liga Indonesia edisi 2007/2008.
Tak hanya itu saja, PSMS Medan juga cukup dikenal dengan memberikan kontribusi pemain-pemain berbakat untuk untuk penggawa Timnas Indonesia, termasuk untuk posisi penjaga gawang. Sejumlah nama penjaga gawang yang pernah memperkuat Timnas Indonesia seperti Ponirin Meka, Sahari Gultom hingga Markus Horison, pernah berseragam PSMS Medan, yang kini berlaga di Liga 2 2020.
Namun, tahukah Anda bahwa jauh sebelum munculnya nama-nama kiper diatas, PSMS juga pernah mengorbit kiper handal untuk Timnas. Sosok tersebut yakni Ronny Pasla. Mungkin nama ini agak asing di telinga anda terutama generasi tahun '80-an, '90-an hingga generasi melenial saat ini.
Namun, bila para generasi '60 sampai '70-an pasti mengenal sosoknya. Dia adalah kiper legendaris Timnas Indonesia yang lihai mengantisipasi ancaman-ancaman yang ditebarkan lawan. Kehebatannya juga membuat dirinya sangat disegani kawan maupun lawan, mereka menjuluki pria ini sebagai Si Macan Tutul.
Ronny Pasla adalah pemain kelahiran Medan, 15 April 1947, yang memiliki darah Manado. Anak dari Felix Pasla ini pernah berkiprah sebagai kiper Timnas Indonesia pada 1966 sampai 1985. Prestasi individu yang pernah ia raih seperti Piagam dan Medali Emas dari PSSI (1968), Atlet Terbaik Nasional (1972) dan Penjaga Gawang Terbaik Nasional (1974). Itu ia mulai karier sepak bolanya dari Medan.
Selama berkiprah di PSMS, Ronny dan rekan-rekannya meraih prestasi sebagai Juara Piala Suratin (1967), Juara Kejurnas PSSI (1967, 1969 dan 1971), Juara Aga Khan Gold Cup (1967), Juara Soeharto Cup 1972, Juara Marah Halim Cup 1972 dan 1973 dan Semifinalis Liga Champions Asia 1970 (dulu masih bernama Asian Club Championship).
Ronny meraih prestasi bersama legenda-legenda PSMS lainnya seperti Tumsila, Sarman Panggabean hingga Wibisono. Ronny juga turut membawa Tim Sumut merebut emas PON 1969. Sementara itu, kiprahnya sebagai penjaga gawang andalan Timnas turut mengukir sejumlah prestasi seperti juara King's Cup di Thailand (1968), Juara Merdeka Games (1969), Peringkat III Saigon Cup (1970), Juara Pesta Sukan Singapura (1972), Juara Djakarta Anniversary Cup 1972.
Namun, sebelum menjadi kiper, Ronny Merupakan Atlet Tenis. Bahkan, ia sempat meraih juara pada Kejuaraan Tenis Nasional Tingkat Junior di Malang, 1967.
Namun, ayahnya lebih menyarankan Ronny ke sepak bola. Jadilah dia andalan di klub Dinamo Medan, Bintang Utara Medan dan PSMS Medan. Kemudian hijrah ke Persija Jakarta dan Indonesia Muda, Jakarta.
Namun, hal berkesan dari Ronny yakni mampu menepis tendangan legenda Brasil, Pele, yang saat itu Timnas Indonesia menghadapi klub asal Brasil, Santos, yang diperkuat pesepak bola legendaris Pele. Kala itu, Santos dengan Pele-nya tur ke Asia termasuk Indonesia menghadapi Timnas pada 24 Juni 1972. Kendati di laga itu Timnas kalah 2-3, Ronny berhasil menahan eksekusi penalti Pele.
Dimana, setelah pensiun dari sepakbola Ronny lebih banyak berkecimpung ke olahraga yang sempat digeluti sebelumnya yakni tenis. Bahkan, dia memiliki sekolah tenis bernama Velodrom Tennis School di Jakarta.